Dikotomi Kelompok Ekonomi Masyarakat, Berpendapatan Tinggi vs Berpendapatan
Rendah
Panjangnya rangkaian kereta api membawa penumpang dari
Sabang sampai Merauke, mulai Miangas hingga Rote, menyebabkan lokomotif sudah
melaju, gerbong utama yang di depan sudah bergerak namun rangkaian gerbong
paling akhir, klas rakyat, masih belum bergerak. Diam di tempat.
Jika gerbong klas rakyat sudah bergerak perlahan tapi
pasti, lokomotif dan gerbong VIP bahkan VVIP sudah sampai tujuan. Sudah menikmati
hasil pembangunan. Ironisnya, kejadian ini terulang setiap lima tahun sekali.
Pendapatan/penghasilan keluarga sulit
dihitung secara rupiah. Karena ada pemasukan nonrupiah. Namun seberapa banyak
pengeluaran, belanja rumah tangga untuk kebutuhan dasar, dapat dikalkulasi
dalam rupiah. Kondisi inilah yang secara umum
menyebabkan perhitungan Gini Rasio di Indonesia menggunakan pendekatan
pengeluaran.
Peningkatan Gini Rasio di Indonesia tiap
tahun anggaran/kalender, bukan karena menurunnya pendapatan masyarakat
berpendapatan rendah (MBR) dan meningkatnya pendapatan masyarakat golongan
berpendapatan tinggi. Faktor penyebabnya karena terjadi peningkatan pendapatan
masyarakat berpendapatan tinggi lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan
pendapatan MBR.
Jika jujur melihat faktor penyebab kesenjangan/ketimpangan semakin
melebar, bukan karena faktor ekonomi saja. Malah bisa disebut multifaktor. Kebijakan
pemerintah yang mengutamakan dan mengandalkan dukungan, sokongan, bantuan
pengikut serta loyalitas pihak tertentu yang tidak berkiblat, mengakar ke
rakyat, semakin memperlebar kesenjangan/ketimpangan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar