Dikotomi Rehabilitas Pasca ISIS,
Aspek Ideologi vs Aspek Kejiwaan
Sudah menjadi rahasia umum,
keberadaan dan eksistensi ISIS adalah hasil skenario dan konspirasi berbasis
islamophobia, dalam skala dunia. Negara adidaya bertindak sebagai donor, sponsor agar peran
sebagai polisi dunia tetap diakui. Selain menjaga kestabilan industri teknologi
alat perang, senjata pemusnah masalnya.
Jika NKRI kebobolan, dengan
terjadinya anak bangsa menjadi simpatisan sampai anggota aktif ISIS, jangan
salahkan mereka. Anak bangsa Indonesia yang sedang bermukim di mancanegara, khususnya
di negara yang serba bebas, jika mudah termakan propaganda ISIS adalah wajar.
Namun jika ada anak bangsa Indonesia
duduk manis, berpangku tangan, goyang kaki di rumahnya, tiba-tiba bangkit
semangat meninggalkan tanah air bergabung dengan ISIS, tentu menimbulkan tanda tanya
besar dan PR besar bangsa.
Dampak kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi serta efek domino pasar bebas dunia menjadikan NKRI secara sadar
direcoki dan dicekoki hidup-hidup
oleh nilai-nilai destruktif yang sebagian berasal dari budaya luar. Kurang puas,
kita bisa mendatangkan pelaku yang seolah menjadi idola remaja. Sejak anak
bawah umur atau sejak dalam kandungan sudah
melek gadget, terbuka peluang untuk mudah terkontaminasi kenikmatan yang serba
asing, aneh, ajaib karena memang atraktif.
NKRI
sebagai negara serba multi, mau tak mau, demi ketahanan ideologi harus duduk
bersama menyusun strategi. Jangan saling menuding, saling menyalahkan, saling
mencari
kambing hitam. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar