Halaman

Kamis, 30 Maret 2017

Pahami Motivasi Anak Bangsa Tertarik ISIS




Pahami Motivasi Anak Bangsa Tertarik ISIS

Ideologi memang tidak ada matinya, walau acap mengalami pasang surut. Terlebih jika ideologi tersebut seolah menawarkan berbagai perubahan yang atraktif. Mampu membangkitkan semangat patriotisme, heroisme, cinta tanah air dan rasa berani  bela negara.

Bukan sebagai pembanding, namun analog dengan keberanian kaum perempuan Indonesia berjibaku di negeri orang, di negara tetangga untuk menjadi TKW atau pembantu rumah tangga. Latar belakang, motivasi, faktor ekonomi sebagai daya dorong dan tidak ada pilihan lain kecuali melirik “rumput tetangga lebih hijau”.

Anak bangsa Indonesia memang rentan, rawan, riskan asupan serba asing, baru, ajaib. Mulai dari pemikiran, pemahaman; gaya hidup, gengsi, gaul sampai sebagai penerima manfaat atau pemanfaat produk luar negeri.

Sistem daya cegah tangkal, tindakan preventif pemerintah lebih fokus kepada daya kritis rakyat, penduduk, warga negara, yang dalam bentuk people power, dianggap sebagai ancaman. Stigma gerakan radikal anti kemapanan sampai stigma makar mudah dikeluarkan oleh aparat keamanan negara, sebagai bukti takut pada bayang-bayang sendiri.

Pemerintah terlihat gamang, bias maupun mendua saat mengantisipasi keamanan dalam negeri. Setiap kejadian perkara yang potensial berdampak pada aksi unjuk rasa, gerakan unjuk raga rakyat turun ke jalan, atau gerakan aksi masa, pemerintah lebih cenderung melakukan tindakan halau asap daripada memadamkan apinya. Posisi formal negara sebatas sebagai “tukang stempel” atau “pemadam kebakaran” apabila terjadi konflik potensial. Indonesia yang serba multi di satu sisi yang juga menjadi beban tersendiri, sekaligus wajib “melayani” sinyal politik dan ekonomi dari luar.

Penetrasi faham dan gerakan ISIS sampai pelosok Nusantara, sampai ke tangan yang bukan berhak, bukannya tak terdeteksi sejak dini. Cuma eloknya, bukan pula terjadi pembiaran, atau ada skenario khusus. Walau pemerintah beberapa kali kebakaran jenggot oleh kasus yang sama, reaksinya “hangat-hangat tahi ayam”. Langkah catur politik Jokowi plus JK, lebih memilih jalan aman, lebih tertarik ke pesta demokrasi 2019. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar