Halaman

Sabtu, 25 Maret 2017

Hikmah Dibalik Kasus Terumbu Karang Raja Ampat



Hikmah Dibalik Kasus Terumbu Karang Raja Ampat

Dampak nyata akibat kandas dan diseretnya atau “kecelakaan kapal” pesiar asing MV Caledonian Sky berbendera Bahama, yang berbobot 4.200 GT (gross tonnage), di daerah tujuan wisata bawah laut Raja Ampat, provinsi Papua Barat, sabtu 4 Maret 2017, malah menyuratkan dan menyiratkan PR (pekerjaan rumah) besar bangsa dan negara Indonesia. Atau paling tidak ada yang bisa kita rasakan, “sepertinya ada yang salah” di pengelolaan laut Nusantara. Tepatnya menurut kamus dan bahasa politik yaitu kemanfaatan Tol Laut andalan Jokowi-JK.

ANALISA AWAL
Secara awam dan umum, kita membayangkan betapa luas dan panjang perairan Indonesia, yang salah satu sisinya berhubungan langsung dengan laut terbuka (Samudera Hindia dan Samudera Atlantik) namun sekaligus  juga di sisi lainnya berbatasan langsung dengan daratan, atau pesisir pantai pulau/kepulauan. Indonesia memiliki 17.499 pulau, dengan luas perairan lautnya mencapai 5,9 juta km2 dan garis pantai sepanjang 81.000 km.

Indonesia memiliki potensi wilayah laut yang dapat dioptimalkan peman­faatannya, antara lain kandungan cadangan minyak, gas alam, pariwisata bahari, perikanan tangkap dan budidaya kelautan lain. Khususnya di sektor transporta­si, wilayah laut Indonesia tidak saja berfungsi untuk menghubungkan seluruh kepulauannya, namun juga melayani angkutan laut/logistik internasional yang melintasi Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).

Berdasarkan perhitungan pakar maritim Indonesia diperkirakan sekitar 90% perdagangan international diangkut melalui laut, sedangkan 40% dari rute perdagangan internasional tersebut me­lewati Indonesia. Angka yang luar biasa. Hal ini berarti, Indonesia sampai kapan­pun akan menjadi tempat strategis dalam peta dunia. (Bappenas, 2015)

Meningkatnya kapasitas 24 pelabuhan untuk mendukung tol laut yang terdiri 5 pelabuhan hub dan 19 pelabuhan feeder. Pelabuhan yang menjadi hub tol laut terdiri dari Pelabuhan Belawan/Kuala Tanjung, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar, dan Bitung. Pelabuhan yang menjadi feeder tol laut terdiri dari Pelabuhan Malahayati, Batam, Jambi, Palembang, Panjang, Teluk Bayur, Tanjung Emas, Pontianak, Banjarmasin, Sampit, Balikpapan/ Kariangau, Samarinda/Palaran, Tenau/Kupang, Pantoloan, Ternate, Kendari, Sorong, Ambon ,dan Jayapura. Tol laut adalah penyelenggaraan angkutan laut secara tetap dan teratur yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan menggunakan kapal-kapal berukuran besar sehingga diperoleh manfaat ekonomisnya. (RPJMN 2015-2019)

Kecelakaan Kapal adalah kejadian yang dialami oleh kapal yang diakibatkan faktor alam, teknis serta kelalaian manusia yang dapat mengancam keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia serta pencemaran lingkungan berupa kapal kandas, tubrukan, tenggelam dan terbakar. (Pasal 1 ayat 5 Permenhub 29/2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim).

TANDA TANYA AWAL
Pertanyaan yang tak perlu jawaban adalah, adakah aturan tentang bobot kapal yang boleh melintasi kawasan wisata Raja Ampat. Ditambah duka, konon Indonesia tidak punya hubungan diplomatic dengan negara yang bernama Bahama,

Mungkin karena di laut tidak ada jembatan timbang, maka segala bobot kapal dengan berbagai fungsi, bebas keluar masuk wilayah perairan NKRI.

Pihak mana yang mengelola kawasan wisata Raja Ampat, yang seolah dengan mudah membiarkan kapal asing atau berbendera asing, kendati dengan pasal kapal pesiar.

Katanya, dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, Pemerintah berwenang memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing untuk melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan (lihat UU 43/2008 tentang Wilayah Negara)

SIMPUL AWAL
Rakyat hanya menunggu kelanjutan dari kasus kecelakaan pakal pesiar, karena mengacu “asas kedaulatan” adalah pengelolaan Wilayah Negara harus senantiasa memperhatikan kedaulatan Wilayah Negara demi tetap terjaganya keutuhan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masih segar diingatan kita akan ungkapan :Ancaman Terhadap Wibawa Negara. Wibawa negara merosot ketika negara tidak kuasa memberikan rasa aman kepada segenap warga negara, tidak mampu mendeteksi ancaman terhadap kedaulatan wilayah, membiarkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), lemah dalam penegakan hukum, dan tidak berdaya dalam mengelola konflik sosial. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar