Hikmah Dibalik Kasus Terumbu Karang
Raja Ampat
Dampak nyata akibat kandas dan
diseretnya atau “kecelakaan kapal” pesiar asing MV Caledonian Sky berbendera
Bahama, yang berbobot 4.200 GT (gross tonnage),
di daerah tujuan wisata bawah laut Raja Ampat, provinsi Papua Barat, sabtu 4
Maret 2017, malah menyuratkan dan menyiratkan PR (pekerjaan rumah) besar bangsa
dan negara Indonesia. Atau paling tidak ada yang bisa kita rasakan, “sepertinya
ada yang salah” di pengelolaan laut Nusantara. Tepatnya menurut kamus dan
bahasa politik yaitu kemanfaatan Tol Laut andalan Jokowi-JK.
ANALISA AWAL
Secara awam dan umum, kita
membayangkan betapa luas dan panjang perairan Indonesia, yang salah satu sisinya berhubungan langsung dengan
laut terbuka (Samudera Hindia dan Samudera Atlantik) namun sekaligus juga di sisi lainnya berbatasan langsung dengan
daratan, atau pesisir pantai pulau/kepulauan. Indonesia memiliki 17.499 pulau,
dengan luas perairan lautnya mencapai 5,9 juta km2 dan garis pantai sepanjang
81.000 km.
Indonesia memiliki potensi wilayah laut yang dapat
dioptimalkan pemanfaatannya, antara lain kandungan cadangan minyak, gas alam,
pariwisata bahari, perikanan tangkap dan budidaya kelautan lain. Khususnya di
sektor transportasi, wilayah laut Indonesia tidak saja berfungsi untuk
menghubungkan seluruh kepulauannya, namun juga melayani angkutan laut/logistik
internasional yang melintasi Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).
Berdasarkan perhitungan pakar maritim Indonesia
diperkirakan sekitar 90% perdagangan international diangkut melalui laut,
sedangkan 40% dari rute perdagangan internasional tersebut melewati Indonesia.
Angka yang luar biasa. Hal ini berarti, Indonesia sampai kapanpun akan menjadi
tempat strategis dalam peta dunia. (Bappenas, 2015)
Meningkatnya kapasitas 24 pelabuhan untuk mendukung tol
laut yang terdiri 5 pelabuhan hub dan 19 pelabuhan feeder. Pelabuhan
yang menjadi hub tol laut terdiri dari Pelabuhan Belawan/Kuala Tanjung, Tanjung
Priok, Tanjung Perak, Makassar, dan Bitung. Pelabuhan yang menjadi feeder tol
laut terdiri dari Pelabuhan Malahayati, Batam, Jambi, Palembang, Panjang, Teluk
Bayur, Tanjung Emas, Pontianak, Banjarmasin, Sampit, Balikpapan/ Kariangau,
Samarinda/Palaran, Tenau/Kupang, Pantoloan, Ternate, Kendari, Sorong, Ambon
,dan Jayapura. Tol laut adalah penyelenggaraan angkutan laut secara tetap dan
teratur yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan hub disertai feeder dari
Sumatera hingga ke Papua dengan menggunakan kapal-kapal berukuran besar
sehingga diperoleh manfaat ekonomisnya. (RPJMN 2015-2019)
Kecelakaan Kapal adalah kejadian
yang dialami oleh kapal yang diakibatkan faktor alam, teknis serta kelalaian
manusia yang dapat mengancam keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia serta
pencemaran lingkungan berupa kapal kandas, tubrukan, tenggelam dan terbakar.
(Pasal 1 ayat 5 Permenhub 29/2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim).
TANDA TANYA AWAL
Pertanyaan yang tak perlu jawaban
adalah, adakah aturan tentang bobot kapal yang boleh melintasi kawasan wisata
Raja Ampat. Ditambah duka, konon Indonesia tidak punya hubungan diplomatic dengan
negara yang bernama Bahama,
Mungkin karena di laut tidak ada jembatan
timbang, maka segala bobot kapal dengan berbagai fungsi, bebas keluar masuk wilayah
perairan NKRI.
Pihak mana yang mengelola kawasan
wisata Raja Ampat, yang seolah dengan mudah membiarkan kapal asing atau berbendera
asing, kendati dengan pasal kapal pesiar.
Katanya, dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, Pemerintah
berwenang memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing untuk melintasi
laut teritorial dan perairan kepulauan pada jalur yang telah ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan (lihat UU 43/2008 tentang Wilayah Negara)
SIMPUL AWAL
Rakyat hanya menunggu kelanjutan
dari kasus kecelakaan pakal pesiar, karena mengacu “asas kedaulatan” adalah pengelolaan Wilayah Negara harus
senantiasa memperhatikan kedaulatan Wilayah Negara demi tetap terjaganya
keutuhan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masih segar
diingatan kita akan ungkapan :Ancaman Terhadap
Wibawa Negara. Wibawa negara merosot
ketika negara tidak kuasa memberikan rasa aman kepada segenap warga negara,
tidak mampu mendeteksi ancaman terhadap kedaulatan wilayah, membiarkan
pelanggaran hak asasi manusia (HAM), lemah dalam penegakan hukum, dan tidak
berdaya dalam mengelola konflik sosial. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar