RTM Pilih Merokok Karena Malu Hidup
Sehat
Fakta eksistensi perokok di Indonesia dalam berbagai
kasus dan aspek, sudah masuk peringkat skala dunia. Minimal dalam batas skala ASEAN. Tentu bukan
berita yang menggembirakan apalagi membanggakan. Campur tangan pemerintah hanya
sebatas himbauan. Pilihan ada di tangan rakyat.
Perokok sejati lebih memilih menunda sarapan,
mengundurkan jam makan pagi daripada menunda hisap asap rokok. Tidak sekedar
ahli hisap, sudah masuk kategori ahli bakar uang. Gaya, gaul, gengsi, percaya
diri didapat, menu penyakit tinggal pilih.
Angka berbicara, perokok aktif didominasi warga miskin
atau mereka dari kalangan Rumah Tangga Miskin (RTM), bukannya tanpa sebab. Ada asap
ada api, bukan sekedar peribahasa.
Kalau anak dan remaja menjadi sasaran
utama dan mangsa empuk kampanye industri rokok, wajar. Sebab mereka memiliki
karakteristik yang serba ingin tahu dan ingin coba, sedang mencari identitas
diri dan jati diri, serta niat kuat untuk independen, memimpikan popularitas,
serba bebas serta atribut, predikat lainnya.
RTM tidak hanya dipahami dari kacamata ekonomi,
yaitu ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kekurangmampuan untuk memenuhi hak
dasar secara mandiri atau lewat pelayanan pemerintah. Pemenuhan hak dasar ini
meliputi hak untuk mendapatkan identitas/legalitas, pelayanan kesehatan,
kecukupan gizi, akses terhadap pendidikan, rumah tinggal yang layak, penerangan
yang cukup, fasilitas sanitasi, dan akses terhadap air minum.
Kenyataan di lapangan, RTM
lebih mudah mengakses ketersediaan dan keterjangkauan harga eceran tertinggi
sebatang rokok daripada mengakses info pola hidup berdasarkan terpenuhinya hak
dasar sebagai warga negara. Kemiskinan memang merupakan dampak ketidakmerataan hasil
pembangunan, khususnya pembangunan yang dieksekusi oleh pemerintah
kabupaten/kota. Kemiskinan yang terjadi tidak sekedar karena natural, kultural
maupun struktural namun faktor lainnya yang dinamis.
Memang, jangkauan sosialisasi, edukasi
tentang ‘hidup layak’ tidak sampai pada kelompok sasaran yang terpencar,
terpencil. Kemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, agaknya rakyat papan
bawah lebih cenderung menikmati iklan, pariwara rokok. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar