Halaman

Jumat, 24 Maret 2017

èfèk mukiyo révolusi méntal, moda transportasi daring vs aliran idéologi daring



èfèk mukiyo révolusi méntal, moda transportasi daring vs aliran idéologi daring

Kita tidak tahu persis, tepatnya apakah aliran politik yang masih berlaku dan beredar resmi di NKRI bersifat konvénsional, tradisional atau bersifat dinamis, menyesuiakan diri dengan kebutuhan dan tantangan zaman.

Mengingat pelaku, pegiat, pemain, pekerja, penggila politik, orangnya hanya itu-itu saja, ditambah sistem feodal yang masih mengikat atau menjadi ikatan moral, tak salah kalah sistem ideologi yang berbasis Pancasila terurai dalam sub-sub sesuai silanya.

Aturan hukum yang mudah dipenuhi atau diakali untuk mendirikan sebentuk partai politik, ibarat pengusaha mendirikan toko. Perkara di dekatnya atau di jalan yang sama sudah ada toko, tetap yakin diri tetap bangun toko. Cuma beda nama toko, namun isinya tidak jauh beda. Terkadang perang harga, dan calon pembeli tetap jadi korban. Karena sesama pengusaha tidak akan saling menjegal dan menjagal.

Kawanan Golkar di era penguasa tunggal Orde Baru, sejak bergulirnya reformasi yang dimulai dari puncaknya, 21 Mei 1998, sudah berhasil membiakkan diri dengan beberapa jenis parpol baru. Tak ketinggalan PPP dan PDI. Ada yang kembali ke komponen awal sebelum fusi. Ada yang membuka cabang dengan merek dagang yang sama tapi tak serupa.

Pendidikan politik hanya sebatas angan-angan. Sebagai bukti, sistem pengkaderan terjegal pasal utamakan garis keturunan, kemanfaatannya sebagai pemodal. Untuk umum hanya karena faktor ketenaran, popularitas, keterpilihan atau rekam jejak yang mampu mendongkrak raihan suara.

Leburnya partai merah-kiri secara sistematis, menerus menjadi bahaya laten. Namun kondisi aktual ini di periode 2014-2019 telah dilegitimasi secara konstitusional. Bahkan negara sponsor kudéta dua kali PKI, 1948 dan 1965, telah mengalami proses rékonsiliasi utawa pengampunan pajak, sehingga menjadi negara paling bersahabat.[HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar