èfèk mukiyo révolusi méntal,
moda transportasi daring vs aliran idéologi daring
Kita tidak tahu persis, tepatnya
apakah aliran politik yang masih berlaku dan beredar resmi di NKRI bersifat
konvénsional, tradisional atau bersifat dinamis, menyesuiakan diri dengan
kebutuhan dan tantangan zaman.
Mengingat pelaku,
pegiat, pemain, pekerja, penggila politik, orangnya hanya itu-itu saja,
ditambah sistem feodal yang masih mengikat atau menjadi ikatan moral, tak salah
kalah sistem ideologi yang berbasis Pancasila terurai dalam sub-sub sesuai
silanya.
Aturan hukum yang mudah
dipenuhi atau diakali untuk mendirikan sebentuk partai politik, ibarat pengusaha
mendirikan toko. Perkara di dekatnya atau di jalan yang sama sudah ada toko,
tetap yakin diri tetap bangun toko. Cuma beda nama toko, namun isinya tidak
jauh beda. Terkadang perang harga, dan calon pembeli tetap jadi korban. Karena sesama
pengusaha tidak akan saling menjegal dan menjagal.
Kawanan Golkar di era
penguasa tunggal Orde Baru, sejak bergulirnya reformasi yang dimulai dari
puncaknya, 21 Mei 1998, sudah berhasil membiakkan diri dengan beberapa jenis
parpol baru. Tak ketinggalan PPP dan PDI. Ada yang kembali ke komponen awal sebelum
fusi. Ada yang membuka cabang dengan merek dagang yang sama tapi tak serupa.
Pendidikan politik hanya
sebatas angan-angan. Sebagai bukti, sistem pengkaderan terjegal pasal utamakan
garis keturunan, kemanfaatannya sebagai pemodal. Untuk umum hanya karena faktor
ketenaran, popularitas, keterpilihan atau rekam jejak yang mampu mendongkrak raihan
suara.
Leburnya partai
merah-kiri secara sistematis, menerus menjadi bahaya laten. Namun kondisi aktual
ini di periode 2014-2019 telah dilegitimasi secara konstitusional. Bahkan negara
sponsor kudéta dua kali PKI, 1948 dan 1965, telah mengalami proses rékonsiliasi utawa
pengampunan pajak, sehingga menjadi negara paling bersahabat.[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar