téga sengsarané, luwih téga patiné
Wajar, kalau di éra mégatéga,
doyan kursiné nanging wegah rekasané. Ikhwal ini semakin menjadi di tahun
politik 2018 dan klimaksnya di tahun politik 2019.
Akhirnya, manusia
politik dengan berbasis aliran manusia ekonomi, yang tak lain adalah upaya
nyata mewujudkan ambisi, angan-angan, fantasi politik dengan semboyan modal
minimal, hasil maksimal.
Dalam kehidupan
sehari-hari bermasyarakat, penduduk yang sudah ber-KTP-elektronik maupun yang
belum, tetap adem ayem ngelakoni lakonnya sebagai umat beradab dan berbudaya.
Yang jelas, bahwasanya wong bodho nanging sering nglakoni, luwih pinter karo
wong pinter nanging durung tau nglakoni.
Kalau ada gesekan, wajar
karena jalan raya milik umum dipakai oleh semua moda angkutan. Kalau terjadi
adu pantat, wajar di pasar rakyat sedang ada jual murah barang atau sembako
oplosan, kedaluwarsa atau sisa ekspor.
Jangan diartikan kalau
tahun politik adalah ibarat modus . mBuru uceng kelangan dheleg = mburu barang
sepelé malah kelangan barang kang luwih gedhé.
Tak disangka, walau
sduah diduga, memang sudah dari sono-nya kalau moral dan mental parpol
juara umum pesta demokrasi 2014, tidak menunjukkan tanda rasa bersahabat kepada
pihak peserta lainnya.
Mereka merasa kemenangan
yang diraih berkat daya juang yang tak kenal lelah. Wajar, dalam menikmati
kemenangan politik, mereka mengandalkan dan mengutamakan pasal tak kenal
kompromi dengan pihak lawan. Bahkan kawan seiring yang patut dan layak
dicurigai akan mbelot, mbalelo, sikat habis sebelum tunas. Pihak relawan yang
menagih janji bagi hasil kekuasaan, yang meminta jatah balas jasa dan balas
budi, tidak serta merta dipenuhi.
Namanya politik, demi
raihan sukses politik, semua cara yang pernah ada, didaur ulang. Dikaji untuk
mencari cara jitu dan mujarab untuk diterapkan. Kalau bisa, sekali tepuk 2@3
jabatan strategis, komersial tersapu bersih. Kalau bisa dinikmati bersama anak
cucu, kerabat, dinasti, jangan cepat-cepat dibagi. Lupa, kalau perlu dengan
gaya tunduk kepala, tapi hati mendongkol, dilakukan demi periode mendatang.
Pasang muka manis, laku penuh santun, minimal memakai watak politik yang bisa
menyusaikan diri dengan lingkungan dan siap menerkam.
Bukan politik namanya
jika harus mengedepankan, mengutamakan, maupun menomorsatukan rasa tenggang
rasa, tepo sliro maupun rasa kesetiakawanan. Karena justru untuk menjalankan
politik – yang mana dimana daripada politik di NKRI bukanlah ideologi –
dibutuhkan rasa cita rasa hasil ramuan ajaib mégatéga.
Apakah pelaku tindak
pidana korupsi (tipikor) atau tindakannya yang dinobatkan menjadi musuh rakyat.
Kendati tipikor merugikan negara, tetapi tidk serta-merta, otomatis menjadi
musuh negara.
Efek domino tipikor,
utang luar negeri (sebagai hasil konektivitas dengan negara asing), sampai
biaya politik menjadikan generasi yang belum lahir terbebani beban politik
negara. Kebijakan politik negara yang bebas aktif, yang mempersilahkan investor
asing, investor politik bebas melenggang masuk ke NKRI. Siap disambut dengan
gelaran karpet merah di istana negara. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar