mèntal mukiyo 2018, skenario fair vs skenario ambisius
Indonesia
merupakan negara yang sedang, masih, akan dan selalu tumbuh kembang, sesuai dengan
praktik demokrasi (baca, kedaulatan penguasa) yang stabil, adem ayem tata tentrem karta
raharja, jalan di tempat. Mengandalkan
populasi keempat terbanyak di dunia serta sebagai negara multipartai,
multipilot.
Tenang kawan. Praktik demokrasi yang ditampilkan liwat
pesta demokrasi. Katakan, tahun politik 2018 dengan pilkada serentak yang akan
dilaksanakan di 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten.
Tidak ada kata terlambat bagi yang merasa bisa jadi
pemimpin bangsa dan negara. Masih ada waktu untuk sukses ulang bagi penguasa
2014-2019 di Pemilu 2019 yang terdiri atas Pemilihan Legislatif (Pileg) dan
Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 akan digelar serentak pada hari Rabu, 17
April 2019.
Bagi pesaing yang akan frontal berhadapan dengan petahana,
penjawat atau penguasa, tidak hanya peras keringat, kuras dana maupun peras
otak, banting tulang. Banyak skenario yang mau tak mau akan ada “skenario makan
skenario”.
Namanya politik. Modus, rekayasa, rekadaya, taktik tulung
mentung, strategi menggunting dalam lipatan menohok kawan seiring, jurus
tipu-tipu apa saja menjadi sah, layak dan konstitusional.
Memang ada skenario BaU. Skenario BaU (Business as Usual) utawa tanpa perubahan apapun. Mengasumsikan
bahwa tidak ada intervensi kebijakan apapun. Karena sejak dini penguasa sudah
menyaipkan kebijakan yang akan memperlancar skenario politiknya. Penggunaan bahan
bakar negara saat ini akan terus berlanjut sepanjang masih tersedia cadangannya.
Pemerintah memang sudah menyiapkan SDM dengan asas taat, patuh, loyalnya total
jenderal.
Agar terlihat cerdas, maka ada skenario
fair yaitu katanya menggunakan kemampuan sendiri. Serta siap dengan skenario ambisius
yaitu cuma melanjutkan tradisi yaitu jika
mendapat dukungan Internasional.
Skenario untung-untungan, adalah
memang bangsa dan rakyat, khususnya wong cilik masih melihat jasa Bung Karno. Yang
mendapat warisan, tanpa modal keringat. Itulah inilah éra mégatéga.
Cekak aos, bukan kaos cekak. Singkat kata, oknum
pelaku lama maupun saja pelaku kambuhan maupun lagi pelaku wajah baru, sudah
hafal luar kepala skenario politik Nusantara. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar