jangan pertentangkan NKRI dengan mitos Nusantara
Bukan orang iseng yang menjurus
ke orang usil, tapi orang dan/manusia pribumi yang menghuni bumi Nusantara. Hobi
mengotak-atik secara matematis ketatakehidupan alam yang beriringan dengan alam
manusia.
Masih terbayang di sejarah
peradaban. Yang mana dimana, anak bangsa terjebak siapa peraih, penerima gelar
Noto Negoro. Akal, nalar, logika politik digiring ke suatu figur, sosok yang dianggap
layak menerima wangsit atau wahyu tiban. Berdasarkan nama yang tentunya berbau
nama Jawa. Yang mati jika dipangku, diplesetkan menjadi yang mati kutu ketika
duduk penuh kuasa.
Bukan berarti yang punya nama
lain, tidak pantas muncul. Atau memang sudah kodratnya hanya sebagai pelengkap.
Ada paribasan Jawa untuk model ini. Sementara tidak ditayangkan.
Agar tampak multi-ilmiah, maka
otak-atik selain symbol sebuah nama, dilengkapi dengan pembayangan akan adanya
satria piningit. Agar semakin berklas dibumbui dengan siapa penerima wahyu
kedaton. Siapa yang dianggap layak menerima takhta, mahkota berikutnya.
Jadi, elektabilitas sang calon
lebih ditentukan mitos daripada fakta. Seolah anak bangsa sudah kehabisan akal
sehat. Wajar kalau lantas melirik produk asing –bahkan orang asing – yang dianggap
mempunyai ras unggul. Dibuktikan dengan sertifikat laik manusia unggul.
Campur tangan alam bukan hanya mewujudkan alam khayal,
tetapi malah kita sudah memetik efek dominomya. Banyak pemimpi yang terjebak
alam khayal politik. Ujung-ujungnya – tak ada kaitannya dengan “UUD” – bangsa pribumi
malah terjebak kubangan bukan hanya karena berméntal bangsa témpé. Kalau dibilang mental budak, mental jongos dan sebutan
heroik lainnya, juga tidak bisa ditampik mentah-mentah.
Apakah di periode 2014-2019
sebagai ambang bawah, titik nadir dari pola mental. Minimal dengan gaya garang
garing. Ketika presiden yang katanya pilihan mayoritas rakyat hanya
diposisikan, didudukkan hanya sebagai petugas partai.
Rakyat tetap berharap jangan
sampai menjadi bangsa keledai atau bagai kerbau
dicocok hidung. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar