Halaman

Minggu, 11 Februari 2018

jangan tunda kentut vs peram dendam politik



jangan tunda kentut vs peram dendam politik

Umat Islam tahu dan yakin kalau kentut termasuk hal yang membatalkan wudhu. Sholat saat kentut, konsekuensinya sholat gugur dan harus diulang. Bukan wudhu, lanjutkan sholat.

Tiap orang mempunyai alasannya jika terpaksa menahan kentut.

Kata ilmu kesehatan atau ujaran adat hidup sehat, memang kentut dan ingin BAB, buang air seni bisa ditahan sampai batas kondisi tertentu. Soal air seni yang tertahan akan diserap tubuh. Atau BAB menjadi padat. Yang jelas perut atau lambung bukan ban dalam. Udara bisa dimapatkan. Untuk menghasilkan kentut yang berkualitas.

Tanpa bau kentut. Aroma irama syahwat politik Nusantara tetap membikin mabuk, membuat lupa daratan pekerja, pelaku, pegiat, buruh partai politik.

Lengkap sudah dimensi mabuk politik. Semua unsur pertahanan dan keamanan sudah terwakili. Namanya politik, jabatan sipil dan/atau jabatan militer maupun jabatan apapun, dimanapun bisa ada harga dan tarifnya.

Posisi dendam politik menjadikan perwujudan demokrasi menjadi demokratis. Artinya, penjabaran konstitusional sangat dinamis. Mulai modus merebut kekuasaan, merebut kembali kekuasaan, mempertahankan kekuasaan, mewariskan kekuasaan. Ini sudah menjadi makar konstitusional. Tidak bisa masuk kasus pidana.

Singkat kata, manusia politik di NKRI, menjadi budak manusia ekonomi, no problem! Bukan kejadian luar biasa, perkara besar. Hanya taktik. Apa pun kejadian di éra mégatéga, periode 2014-2019, akibat dari politik balas jasa, balas budi vs politik balas dendam.

Aroma irama dendam politik, sekaligus menimbun berbagai ragam antipati. Dipastikan, yang dipikirkan bukan negara ke depan, tetapi lebih bagaimana selama lima tahun ini menjadikan negara sebagai hak milik, hak guna dan hak pakai sekaligus sebagai warisan keluarga.

Aroma irama syahwat politik dalam negeri tak lepas dari nuansa dendam politik. Banyak adegan politik yang malah menundang tawa dan tangis haru penonton. Puncak goro-goro ketika terjadi perombakan kabinet kerja yang agaknya tak akan pernah memuaskan pihak tertentu. Banyak pihak yang hanya berposisi sebagai penggembira, pelengkap penderita atau sebagai tukang sorak, tukang keplok. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar