Anggota DPR RI, Semakin Bertaring Semakin Garing
Pasca amandemen atau perubahan UUD NRI 1945, sudah 4
kali, maka kehidupan ketatanegaraan
Indonesia mengalami perubahan yang cukup drastis dan melankolis. Kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara megalami gejolak harian yang seolah tak kunjung reda. Di
kondisi tertentu, menjadikan rakyat semakin apatis, pesimis. Sepertinya negara tak
hadir jika ada masalah bangsa yang menimpa rakyat.
Mulai turun strata MPR yang semula adalah lembaga
tertinggi negara, menjadi lembaga negara
yang sejajar dengan DPR dan Presiden. Terjadi munculnya aneka lembaga
tinggi negara baru.
Rakyat disuguhi drama politik yang tanpa episode, yaitu
tingkah laku wakil rakyat serta sekaligus tindak tanduk kepala daerah. Total jenderal,
notabene mereka dipilih oleh rakyat.
Rakyat merasa bersalah atau serba salah. Betapa tidak. Orang
atau parpol yang dipilih, ternyata ujung-ujungnya malah menjadi pengkhianat. Minimal
mengkhianati kepercayaan rakyat.
Agar pola pengkhianatan tidakl berlarut-larut atau
menjadi budaya politik. Maka wakil rakyat bersegera mematut diri. Melengkapi diri
dengan alat pelindung. Diharapkan wajah kawanan anggota DPR RI menjadi anti
gores, anti lecet serta yang utama anti kritik.
Asumsi sederhana, dengan memperluas ruang kerja, menambah
fasilitas maka kinerja sebagai kawanan anggota DPR RI otomatis terdongkrak. Ditambah
kunker, studi banding ke mancanegara,masa
reses untuk jumpa pemilih di dapil, penyesuian kelengkapan anggota dewan, struktur
organisasi yang kaya fungsi serta hak dan wewenang maka diyakini selama satu
periode akan terasa nyaman, aman dan produktif.
Jelang akhir periode 2014-2019 diharapkan wakil rakyat
bak pelari jarak sedang, akan menambah daya dan tenaga, memacu dan melaju agar
sampai garis finish tepat waktu. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar