satu
kejadian dengan aneka berita
Hari
itu senin, menuru kalender masehi. Waktu setempat jelang masuh ashar. Dikatakan
perut lapar uga tidak, hanya minta diisi agar tidak terjadi kevakuman. Khususnya
jleang pilkada serentak 2018.
Panggilan
tugas selayaknya perut diisi santapan hangat. Mengingat waktu, agar praktis
pilihan jatuh pada beli mie ayam di tetangga. Bukan kebbetulan, rumah pojok
sebelah timur blok saya jual santapan dimaksud. Tidak perlu survei.
Ternyata,
nyatanya gerobag mie yang biasa di parkir di pinggir jalan, samping rumahnya atau
timur rumahnya sudah tiada. Ada di halaman rumahnya. Siapa tahu pindah jualan. Ternyata
tidak.
Tetangga
diagonal depan kiri rumahnya, menjawab :
“Mie tidak jualan”. Terpaksa saya balik
kanan, masuk rumah. Makan nasi dengan lauk yang ada. Tidak hangat tidak
masalah.
Sore hari,
saya keluar rumah. Liwatlah tetangga, yang rumahnya satu kapling dengan si
penjual mie. Tetangga tsb menggendong cucu sambil mengawal 3 cucu yang lain,
menuju lapangan RT.
Terjadilah
dialog interaktif. Termasuk saya tanyakan apakah kiranya benar kalau tukang mie
hari ini libur. Jawab yang saya tanya :”Kehabisan bahan, banyak pembeli. Siang tadi
sudah tutup.”
Jadi dua
jawaban dari dua orangyang berbeda lokasi, tidak bisa dikatakan mana yang
benar, mana yang kurang benar, mana yang tidak benar. Dibutuhkan cerdas diri
untuk menyimpulkan fakta di balik kejadian. Walau bak perkara sederhana.
Dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, bermasyarakat acap terjadi kejadia perkara. Lepas pihak
mana yang terlibat. Lepas dari adanya unsur sengaja atau sebaliknya. Namun jika
sudah masuk media masa, khususnya media TV, maka banyak aspek yang akan
diberitakan dan semuanya tidak penting. Minimal tidak mengandung unsur edukasi.
Jelas tak
ada kaitannya dengan media propaganda kisah sukses penguasa. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar