mèntal politik mukiyo 2018, lepas tangan vs tepuk tangan
Ketika itu liwatlah,
manusia yang dipanggil Jimmy. Bujang asman (asli Manado), nyeker, tangan kiri
membawa bubur bungkus. Mirip teh bungkus plastik khas sopir angkot jika
meliwati pos koperasi. Petugas mencatat nomor polisi plus bagikan sebungkus teh
merah.
Tanpa diminta, suatu
sore jelang maghrib. Om Jimmy yang kerja di usaha keluarga, duduk sibuk dengan
HP atau sejenisnya. Sambil menonton karyawan lainnya yang main bola di lorong. Tunggu
toko tutup.
Jelasnya. Walau masih
bujang tapi punya tanggungan dua keponakan yang ikut. Itupun dirasa pas. Memang
om Jimmy termasuk ringan tangan. Tak kenal batas wilayah RT. Potong atau tebang
pohon warga, dilakukan. Pasang dan bongkar tenda bagi keluarga duka untuk
tempat pelayat, menjadi langganannya.
Seragam tempat kerja
adalah busana atau hem warna merah. Yang bikin orang repot atau warga bingung
karena mirip dengan seragam tukang air milik koperasi jasa tirta 3 RT. Pulang
kerja, Jimmy pernah sambung kerja menjadi tukang jual air, memakai gerobag
dorong. Tak tahan lama. Jelas harus punya otot kawat yang prima. Dan tidak bisa
sebagai pekerjaan sambilan. Layanan jasa sampai air dituang ke bak air di
km/wc. Atau tempat yang sudah disediakan pemesan.
Sebagai warga negara,
jelas om Jimmy termasuk yang tahan banting. Mungkin karena termasuk karyawan
yang paling lama masa kerjanya. Selebihnya, setiap ada kesibukan RT, wajahnya
selalu tampak. Mengeruk lumpur di got, tak ada istilah gengsi.
Cuma jarang keluar
malam. Bergabung dengan warga yang mendirikan posko di rumah warga yang kosong.
Bisa jadi, di rumah sibuk. Agar sang keponakan bisa tinggal nikmat. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar