mèntal mukiyo 2018, mabuk jurus kursi vs jurus kursi mabuk
In sya Allah, dengan ridho-Nya
semoga tahun politik 2018 tidak terjadi super mégatéga maupun multi mégatéga. Soal
masih tersisa kuota pagar makan tanaman,
rumput tetangga tampak lebih ranjum, bernas dan memanggil, utawa biro
jasa keamanan malah menjadi biang segala biang, itu masih dalam batas wajar.
Total jenderal, manusia politik
sedang diuji kadar ideologinya.
Bukan KLB (kejadian luar biasa)
maupun adanya perkara biasa diluar kejadian. Jelasnya, presiden kelima RI
periode 23 Juli 2001–20 Okrober 2004 dan sekaligus wapres kedelapan RI periode 20 Oktober 1999–23
Juli 2001, menyandang nama besar Proklamator, presiden pertama RI. Ideologi tak
ada matinya. Syahwat ideologis tak akan terkubur bersama orangnya.
Menu politik ‘nasakom’ olahan
zaman Orde Lama, tetap mengalir sampai sekarang. Kendati seolah di zaman Orde
Baru disaring dengan UU 3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, malah
menjadikan ajang penyesuaian diri dengan wadah baru.
Beda kisah dengan presiden keenam
RI, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. Yang mana, dimana SBY berhasil meraih
jabatan presiden dua periode berturut-turut, yaitu periode 20 Oktober 2004–20 Oktober
2009 serta 20 Oktober 2009–20 Oktober 2014.
Tekad SBY membuat trah bak zaman feudal. Artinya,
nantinya kekuasaan seolah bisa diwariskan. Mengacu model BK dengan kisah sukses
dan rekam jejak politisnya. Wajarlah kalau pola dinasti politik marak di
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Pemerintah bayangan
berbasis warisan kekuasaan, pada hakikatnya dengan biaya politik
mengindikasikan suatu daerah dalam kondisi terbelakang dalam segala bidang
kehidupan.
Adalah presiden ketujuh RI, ada
niatan untuk lanjut periode terakhir. Memang enak jadi presiden. Minimal ada
pihak merasa lebih nyaman, aman jika Jokowi menjadi presiden lagi. Anggap saja
pastinya manusia politik klas multinasional maupun dan terkhusus investor
politik dari pihak asing (baca, negara paling bersahabat).
Sudah terbaca modus manusia
politik sejak bulan pertama di tahun politik 2018. Total jenderal pihak loyalis akan
mengeluarkan jurus andalan dalam mematikan demokrasi atau kedaulatan rakyat. Tidak
hanya jeruk santap jeruk. Pengamat politik dari luar negeri, mungkin akan
bingung untuk membuat ulasan. Semua kejadian perkara memang khas selera
Nusantara. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar