Halaman

Sabtu, 10 Februari 2018

mèntal mukiyo 2018, mabuk jurus kursi vs jurus kursi mabuk



mèntal mukiyo 2018, mabuk jurus kursi vs jurus kursi mabuk

In sya Allah, dengan ridho-Nya semoga tahun politik 2018 tidak terjadi super mégatéga maupun multi mégatéga. Soal masih tersisa kuota pagar makan tanaman,  rumput tetangga tampak lebih ranjum, bernas dan memanggil, utawa biro jasa keamanan malah menjadi biang segala biang, itu masih dalam batas wajar.

Total jenderal, manusia politik sedang diuji kadar ideologinya.

Bukan KLB (kejadian luar biasa) maupun adanya perkara biasa diluar kejadian. Jelasnya, presiden kelima RI periode 23 Juli 2001–20 Okrober 2004 dan sekaligus  wapres kedelapan RI periode 20 Oktober 1999–23 Juli 2001, menyandang nama besar Proklamator, presiden pertama RI. Ideologi tak ada matinya. Syahwat ideologis tak akan terkubur bersama orangnya.

Menu politik ‘nasakom’ olahan zaman Orde Lama, tetap mengalir sampai sekarang. Kendati seolah di zaman Orde Baru disaring dengan UU 3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, malah menjadikan ajang penyesuaian diri dengan wadah baru.

Beda kisah dengan presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY. Yang mana, dimana SBY berhasil meraih jabatan presiden dua periode berturut-turut, yaitu periode 20 Oktober 2004–20 Oktober 2009 serta 20 Oktober 2009–20 Oktober 2014.

Tekad SBY membuat trah bak zaman feudal. Artinya, nantinya kekuasaan seolah bisa diwariskan. Mengacu model BK dengan kisah sukses dan rekam jejak politisnya. Wajarlah kalau pola dinasti politik marak di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Pemerintah bayangan berbasis warisan kekuasaan, pada hakikatnya dengan biaya politik mengindikasikan suatu daerah dalam kondisi terbelakang dalam segala bidang kehidupan.

Adalah presiden ketujuh RI, ada niatan untuk lanjut periode terakhir. Memang enak jadi presiden. Minimal ada pihak merasa lebih nyaman, aman jika Jokowi menjadi presiden lagi. Anggap saja pastinya manusia politik klas multinasional maupun dan terkhusus investor politik dari pihak asing (baca, negara paling bersahabat).

Sudah terbaca modus manusia politik sejak bulan pertama di tahun politik 2018.  Total jenderal pihak loyalis akan mengeluarkan jurus andalan dalam mematikan demokrasi atau kedaulatan rakyat. Tidak hanya jeruk santap jeruk. Pengamat politik dari luar negeri, mungkin akan bingung untuk membuat ulasan. Semua kejadian perkara memang khas selera Nusantara. [HaèN]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar