Kejar
Target vs Uber Pesona
Demi tegaknya
wibawa negara, pemerintah melakukan pola sekali tepuk 2@3 lalat tak berdaya. Maksudnya,
wibawa negara di mata negara asing, khususnya negara investor, negara pengimpor
sembako atau negara yang siap menerima para pengemplamg pajak.
Di dalam negeri,
padahal hasil pembangunan bukan hasil kerja satu presiden saja. Namun para
relawan, loyalis atau pihak yang diuntungkan merasa bahwa kinerja 1@2 tahun
periode 2014-2019 bisa mengungguli kinerja dua periode presiden keenam RI.
Aneka rekayasa, serba modus serta multi manipulasi untuk
mendongkrak pamor, citra, pesona penguasa.
Kisah sukses
menjadi berita besar, kejadian luar biasa sampai menutupi fakta lapangan. Kalau
ditelusuri, apa yang dikerjakan pemerintah memang sudah kewajiban. Wajar kalau
penyelenggara negara tidak bisa memuaskan semua strata, kasta penduduk. Tidak perlu
diimbangi dengan berita sensasi atau malah mau melakukan pembangunan fisik yang
sensasional. Tidak sekedar pembangunan yang tepat biaya, waktu, kualitas.
Walhasil, sehingga
apa niat hati, kata hati, ikhlas nurani menjadi terkontaminasi oleh syahwat
politik. Artinya, malah-malah malah pemerintah ingin membuktikan diri dengan
hasil pembangunan fisik.
Infrastruktur,
khususnya infrastruktur dasar yaitu jalan/jembatan, air, listrik, menjadi
primadona. Dimensi lain adalah dengan ketahanan pangan dan kemandirian pangan
digemakan sejak kampanye.
Ujung-ujungnya,
pemerintah merasa semakin memacu dan memicu pembangunan maka akan berbanding
lurus dengan melajunya elektabilitas, popularitas. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar