Halaman

Sabtu, 01 Juli 2017

Indonesia, tatap ujung hidungmu



Indonesia, tatap ujung hidungmu

Kekuatan dan postur fisik memang bukan syarat utama menjadi pemimpin. Kecuali pada kelompok anak jalanan atau katakana semacam free man, manusia bebas atau preman. Juara tunju klas berat dunia pun lahir dari jalan, bukan alumni sekolah tinju.

Apa jadinya jika seorang pimpinan kantor, di ruang kerja yang anggun, berbusana bak mau ke pesta kondangan, tiba-tiba menyelonong masuk seorang preman. Keamanan kantor sepertinya kalah nyali, apalagi sekretris dan penerima tamu.

Saat kita menyetir mobil, berhenti karena lampu merah. Di samping kita tanpa permisi seorang pengemis menongolkan wajah dekilnya, mata melotot penuh selidik tanpa kata.

Paling apes saat berkendera secara benar dan baik, karena berada di tempat yang bikin apes, ada-ada saja masalah yang timbul. Tiba-tiba kena tilang atau kena palak preman jalanan.

Bagaimana reaksi kita sebagai rakyat yang kesehariannya hanya berkutat dengan urusan masing-masing, tiba-tiba tanpa ba bi bu, penguasa setempat bikin ulah. Karena selama ini hanya sibuk duduk manis di belakang meja kerjanya, ingin tampil eksis dan penuh pesona serta citra diri.

Begitu ada pejabat publik atau penyelengara negara, dengan modal mulut mampu membuat gonjang-ganjing negara, seperti memicu dan memacu yang lain untuk berbuat yang lebih. Ibarat bonek yang tanpa komando melempari bonek dari tim lawan.

Multiefek dari kasus penistaan agama, dikarenakan Indonesia sedang terjebak episode paribasan “ati bengkong oleh oncong” (wong duwe niyat ala oleh dalan).

Tentu beda dengan kaum pekerja/buruh yang turun ke jalan untuk ujnuk rasa, unjuk raga pamer kekuatan massa. Karena bukan mufakat bulat, terjadi aksi sweeping ke sesama senasib. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar