Kemiskinan Menjadikan Indonesia Kaya
Indikasi Pertama. Jauh sebelum gema azan
subuh berkumandang, rakyat papan bawah, diwakili pemulung, ahli kumpul barang
buangan, argo profesinya sudah begerak. Bos pemulung, atau juga bos tukang beli
barang bekas, ternyata rumah tinggalnya jauh di atas klas rumah KPR-BTN tempat
warga tinggal.
Sudah puluhan tahun, mungkin sebelum
kompleks warga pendatang dibangun, mereka sudah menggeluti, menekuni profesinya.
Lahan mereka bertambah dengan dibangunan kawasan perumahan KPR-BTN di daerahnya.
Seolah rezeki membutuhkan sentuhan tangan mereka. Bahkan profesi pemulung
diwariskan ke anaknya alias regenerasi pemulung.
Dengan kata lain, Indonesia surplus
tenaga yang bekerja mengandalkan tenaga. Mengandalkan otot kawat balung wesi. Tidak
hanya tukang bangunan atau kuli bangunan. Kuli pelabuhan yang mengandalkan daya
angkat dan daya angkut.
Indikasi Kedua. Jalan layang pun,
ternyata tidak mampu membantu kemacetan lalu lintas di kota ibukota provinsi,
kota metro a[alagi ibukota NKRI. Pertambahan panjang jalan sekian km per tahun,
kalah laju dengan pertambahan kendaraan bermotor. Angkutan umum malah menambah
kesemerawutan lalu lintas jalan.
Indonesia menjadikan dirinya sebagai
tempat penampungan produk otomotif negara sauadara tua. Mobil model origami,
model tata rias wajah sampai mobil yang tidak perlu perawatan yang mahal. Apalagi
motor produk saudara tua, memang lebih awet dibanding besutan negara China.
Tiap anggota keluarga bisa mempunyai
satu motor. Rumah di kompleks kami, walau tipe terbesarpun, garasinya tidak
mampu menampung jumlah mobil keluarga. Terpaksa diparkir di depan rumah.
Suku cadang bekas menjadi rezeki
tukang loak. Paling tidak kaleng plastik bekas oli menjadi sumber rezeki bagi
pemulung. Sayangnya Indonesia belum membuka tempat pembuangan sampah mobil
dan/atau motor bekas.
Indikasi Ketiga. Efek domino dari
negara multipartai. Modal modus jalan pintas, anak bangsa, putera asli daerah
dengan biaya politik, dana parpol sampai membuka peluang investor politik
mancanegara. Mana mungkin orang politik miskin. Perjuangan mereka memang ada
yang dari dasar, mulai dari angka “0”, dirintis dari tangga pertama.
Banyaknya orang super-kaya di
Nusantara, menjadi acuan bagi calon koruptor. Tak sengaja golongan masyarakat
berpendapatan/berpenghasilan jauh di atas rata-rata nasional, malah memacu dan
memicu jiwa ideologi penganut politik bebas untuk berkorupsi ria.
Miskin jiwa ideologi tidak masalah
kawan. Yang penting untuk nikmat dunia jangan sampai kapiran, terlantar, atau
malah bangkrut. Hebatnya lagi, pelaku atau pengatur lalu lintas politik dan
pengaman jalannya ramuan ajaib revolusi mental sera sebagai pengayom dan
pengayem rakyat, kecipratan rezeki politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar