alat deteksi bohong publik
Pelajar
tugasnya belajar. Yang mengajar disebut pengajar. Hubungan antara murid dengan
guru, tergantung sistem pendidikan nasional. Pemerintah menyebutnya sebagai
hubungan komersial. Guru menjadi jabatan fungsional, ada tunjangan pusing, pening,
sakit kepala, mumet. Kendati komersial, harus dilakoni secara profesional.
Pelajar,
murid atau sebutan lainnya, berkembang disesuaikan dengan tuntutan dan tantangan
zaman, menjadi anak didik, peserta didik. Guru tetap guru, sampai akhir
hayatnya. Nasib guru tergantung sertifikat dan aturan main ASN/PNS. Otomastis jadi
anggota pasif Korpri atau PGRI atau bentuk himpunan, paguyuban, kerukunan guru
lainnya.
Kata
slogan ditempel di pohon “guru ke rumah”. Muridnya kemana?
Anak
bangsa, putera asli daerah dengan batasan usia tertentu, serta merta dikenai
program wajib belajar. Bentuk lainnya, untuk kejar ijazah, tersedia sistem
paket.
Kepedulian
pemerintah dengan sistem pendidikan nasioanl, yang pernah bersatu dalam
nomenklatur pendidikan dan kebudayaan (dikbud), didekati dengan UU 5/2017
tentang Pemajuan Kebudayaan.
Pemajuan Kebudayaan.adalah upaya meningkatkan ketahanan
budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui Pelindungan,
Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan.
Artinya,
keluaran dan hasil pendidikan nasional wajib eksis “di tengah peradaban dunia”,
dengan tetntunya melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Pendidikan.
Salah
satu dimensi pendidikan adalah pendidikan politik. Bukan pendidikan formal,
nonformal, kursus, diklat berjenjang atau bentukan lainnya. Apakah yang alumni
luar negeri lebih bergengsi, lebih laris, laku jika cari kerja di dalam negeri.
Akhirnya,
jurus ampuh silat politik, bahasa diplomasi adalah memanfaatkan kelemahan dan sesarengan
mendayagunalan tenaga lawan politik. Kelemahan anak bangsa yang hidup di pentas
syahwat poilitik nasional adalah suka dipuja, gemar disanjung, riang dikudang, hobi
dipuji, bangga dielu-elukan. Jangan coba-coba sebaliknya, melawan arus,
bisa-bisa memang bisa kena pasal “gebug duluan rembug belakangan”. Buaya koq dilawan,
bisa disantap hidup-hidup. Atau dijadikan bangkai di tempat.
Diplomasi
khas menu Nusantara adalah wajib bohong. Bohong untuk kebaikan. Bohong demi keselamatan
nusa dan bangsa. Bohong buat keselamatan dan wibawa negara. Bohong agar Ibu
Pertiwi mampu menjadi tempat pangkuan bangsa dan negara. Bohong supaya pihak
tertentu bisa berjalan sampai batas akhir periode.
Jadi
kawan, bohong adalah kebijakan politik yang lebih mengutamakan, mengedepankan
kepentingan tertentu. Agar NKR tetap eksis “di tengah peradaban dunia” dengan cara
yang beradab, berkemajuan, dan berkepribadian politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar