Memadamkan Konflik Dengan Mengobarkan Konflik
Mengacu pada bagaimana pemerintah
mengelola utang luar negeri (ULN) sebagai sumber dana pembangunan, maka berlakulah
asas “gali lubang tutup lubang”. Jangan dengan mudah
pola ini – secara analogis – sebagai karakter utama pemerintah menjalakankan
praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konstitusi menegaskan bahwa Pemerintah
Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Namun secara de facto atau
dalam praktik dan kenyataan, Presiden Republik Indonesia tidak serta merta
adalah atau sebagai sosok, figur sang presiden dengan segala atribut kekuasaan,
kewenangan, kebijakan atau deretan hak istimewanya.
Ironis binti miris, disebuah negara
yang selalu sedang berkembang, yang sarat dengan beban ULN – kendati aman jika
ratio ULN terhadap PDM masih setengah dari amanat konstitusi – sosok presiden
baru tampak di upacara kenegaraan. Pembawa acara menyebut bapak/ibu presiden
akan memasuki ruangan, hadirin yang duduk dengan kursi kebesarannya dimohon
berdiri.
Itupun masih menimbulkan tanda
tanya, karena rombongan “sang presiden” cukup banyak. Kalau dibilang bak dalang
muncul bersama anak wayang, memang demikian kisahnya.
Namun begitu kepala negara
dipersilahkan duduk di tempat yang sudah disediakan, tampak dalam tayangan
langsung siapa itu “sang presiden”.
Begitulah ibaratnya, saat presiden
sibuk dengan jam praktiknya, tak kalah sibuk rombongan ikut andil. Bahkan tampak
dari mereka mempunyai peran yang menonjol atau minimal ingin tampil menonjol.
Akhirnya, apa saja yang dilakukan
pemerintah, tergantung dari “siapa yang paling banyak usul” didaulat untuk menangani
atau jadi penanggung jawab kegiatan. Macam rapat warga atau rapat antar
tetangga.
Pemerintah tinggal mengagendakan
berbagai usulan dengan catatan jangan sampai kegiatan tersebut berhenti di
tengah jalan. Diharapkan menerus, berkesinambungan. Rakyat akan terkesan dengan
jam sibuk pemerintah yang 24 jam sehari semalam. Kerja pemerintah demi
kepentingan dan kebutuhan pemerintah dilakoni 7 hari 7 malam, setiap pekan. Tidak
ada jam istirahat, hari libur.
Pemerintah dengan yakin diri
mengelola alih perhatian rakyat terhadap daya juang penguasa, penyelenggara
negara. Jangan sampai isu miring, sentimen negatif, opini wajar dan spontan,
respon jinak-jinak buaya, citra imitasi atau buatan lokal muncul dari akar
rumput. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar