Halaman

Jumat, 28 Juli 2017

Memadamkan Konflik Dengan Mengobarkan Konflik



Memadamkan Konflik Dengan Mengobarkan Konflik

Mengacu pada bagaimana pemerintah mengelola utang luar negeri (ULN) sebagai sumber dana pembangunan, maka berlakulah asas “gali lubang tutup lubang”. Jangan dengan mudah pola ini – secara analogis – sebagai karakter utama pemerintah menjalakankan praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.

Konstitusi menegaskan bahwa Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Namun secara de facto atau dalam praktik dan kenyataan, Presiden Republik Indonesia tidak serta merta adalah atau sebagai sosok, figur sang presiden dengan segala atribut kekuasaan, kewenangan, kebijakan atau deretan hak istimewanya.

Ironis binti miris, disebuah negara yang selalu sedang berkembang, yang sarat dengan beban ULN – kendati aman jika ratio ULN terhadap PDM masih setengah dari amanat konstitusi – sosok presiden baru tampak di upacara kenegaraan. Pembawa acara menyebut bapak/ibu presiden akan memasuki ruangan, hadirin yang duduk dengan kursi kebesarannya dimohon berdiri.

Itupun masih menimbulkan tanda tanya, karena rombongan “sang presiden” cukup banyak. Kalau dibilang bak dalang muncul bersama anak wayang, memang demikian kisahnya.

Namun begitu kepala negara dipersilahkan duduk di tempat yang sudah disediakan, tampak dalam tayangan langsung siapa itu “sang presiden”.

Begitulah ibaratnya, saat presiden sibuk dengan jam praktiknya, tak kalah sibuk rombongan ikut andil. Bahkan tampak dari mereka mempunyai peran yang menonjol atau minimal ingin tampil menonjol.

Akhirnya, apa saja yang dilakukan pemerintah, tergantung dari “siapa yang paling banyak usul” didaulat untuk menangani atau jadi penanggung jawab kegiatan. Macam rapat warga atau rapat antar tetangga.

Pemerintah tinggal mengagendakan berbagai usulan dengan catatan jangan sampai kegiatan tersebut berhenti di tengah jalan. Diharapkan menerus, berkesinambungan. Rakyat akan terkesan dengan jam sibuk pemerintah yang 24 jam sehari semalam. Kerja pemerintah demi kepentingan dan kebutuhan pemerintah dilakoni 7 hari 7 malam, setiap pekan. Tidak ada jam istirahat, hari libur.

Pemerintah dengan yakin diri mengelola alih perhatian rakyat terhadap daya juang penguasa, penyelenggara negara. Jangan sampai isu miring, sentimen negatif, opini wajar dan spontan, respon jinak-jinak buaya, citra imitasi atau buatan lokal muncul dari akar rumput. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar