generasi
Nusantara yang pernah santap nasi bulgur
Memori
kolektif anak bangsa, walau hanya dipendam dalam ingatan diri, namun tak bisa
melupakan pengalaman hidupnya. Secara massal, berencana, generasi Nusantara
pernah menyantap nasi bulgur.
Multiironis.
Bung Karno yang memposisikan Amerika Serikat sebagai musuh nomer wahid, nomer
satu, malah mendapat bantuan gratis liwat USAID, berupa beras yang bernama
‘bulgur’. Saat itu jelang makar kedua PKI dengan peristiwa G30S 1965. Artinya,
memang NKRI bergaul, berkubang dengan komunisme dunia. Gaya tari lenso antar
kekuatan merah Nusantara dengan kamrad bos besar partai komunis negara paling
bersahabat, terjalin kembali di era awal reformasi.
Bulgur
sebagai simbol, pertanda akan masuknnya dominasi langsung negara Paman Sam ke
dalam sistem pemerintahan Indonesia. Minimal sebagai investor teror. Atau
rampok hasil tambang di pulau yang jauh dari ibukota negara. Sepertinya, di
periode 2014-2019, ibukota negara dijatah untuk nenapaknya cakar naga yang memang
sudah membumi sejak zaman penjajahan.
Ayam
saya lahap mematuk bulgur, yang tampilannya bukan sebagai butiran. Saya agak
lupa. Ternyata, di tembolok ayam, bulgur dibantu air, manjadi mekar, melar.
Ayam menggelepar-lepar kekenyangan. Tembolok ayam bak mau meledak.
Banyak
cara nekolim (neo kolonialis dan imperialis), kapitalis, negara barat tak
terkecuali negara paling bersahabat untuk meninabobokan anak bangsa Indonesia.
Terutama mulai dari penguasa, mulai dari lokomotif negara.
Rakyat
cukup puas dan bangga dicekoki “budaya bulgur”. Merasa jiwa kebarat-baratannya
tumbuh mekar. Merasa klas dunia, borju atau serba kojor. Kalori bulgur
membuat energi berlipat ganda. Menjadi jago kandang.
Budaya
bulgur bagi petarung ideologi, siap membela sang naga. Siap mengorbankan anak
bangsa demi kekuasaan. Petualang “tanpa kenal pamrih”, apapun, siapapun siap
dilibas jika menjadi penghalang. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar