Halaman

Rabu, 05 Juli 2017

generasi Nusantara yang pernah santap nasi bulgur



generasi Nusantara yang pernah santap nasi bulgur

Memori kolektif anak bangsa, walau hanya dipendam dalam ingatan diri, namun tak bisa melupakan pengalaman hidupnya. Secara massal, berencana, generasi Nusantara pernah menyantap nasi bulgur.

Multiironis. Bung Karno yang memposisikan Amerika Serikat sebagai musuh nomer wahid, nomer satu, malah mendapat bantuan gratis liwat USAID, berupa beras yang bernama ‘bulgur’. Saat itu jelang makar kedua PKI dengan peristiwa G30S 1965. Artinya, memang NKRI bergaul, berkubang dengan komunisme dunia. Gaya tari lenso antar kekuatan merah Nusantara dengan kamrad bos besar partai komunis negara paling bersahabat, terjalin kembali di era awal reformasi.

Bulgur sebagai simbol, pertanda akan masuknnya dominasi langsung negara Paman Sam ke dalam sistem pemerintahan Indonesia. Minimal sebagai investor teror. Atau rampok hasil tambang di pulau yang jauh dari ibukota negara. Sepertinya, di periode 2014-2019, ibukota negara dijatah untuk nenapaknya cakar naga yang memang sudah membumi sejak zaman penjajahan.

Ayam saya lahap mematuk bulgur, yang tampilannya bukan sebagai butiran. Saya agak lupa. Ternyata, di tembolok ayam, bulgur dibantu air, manjadi mekar, melar. Ayam menggelepar-lepar kekenyangan. Tembolok ayam bak mau meledak.

Banyak cara nekolim (neo kolonialis dan imperialis), kapitalis, negara barat tak terkecuali negara paling bersahabat untuk meninabobokan anak bangsa Indonesia. Terutama mulai dari penguasa, mulai dari lokomotif negara.

Rakyat cukup puas dan bangga dicekoki “budaya bulgur”. Merasa jiwa kebarat-baratannya tumbuh mekar. Merasa klas dunia, borju atau serba kojor. Kalori bulgur membuat energi berlipat ganda. Menjadi jago kandang.

Budaya bulgur bagi petarung ideologi, siap membela sang naga. Siap mengorbankan anak bangsa demi kekuasaan. Petualang “tanpa kenal pamrih”, apapun, siapapun siap dilibas jika menjadi penghalang. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar