Golkar,
dari anak emas menjadi anak sepuhan emas
Berkat sentuhan tangan dingin dan
senyum sang jenderal Suharto, Golkar berkibar di era Orde Baru. Mulai dari
pabrik menteri sampai pencetak, pembina gabungan anal liar (gali) di
Yogyakarta.
Proyek kuningisasi begitu masif,
terkendali sampai tingkat desa/kelurahan. Golkar sebagai mesin politik yang
tanpa tanding. Pemerintah identik Golkar atau Golkar adalah pemerintah, sejarah
sudah membuktikan.
Sesuai peribahasa, pepatah sejarah,
setinggi-tinggi burung membumbung tinggai menjulang ke angkasa raya, akan
mengalami tingkat kesulitan untuk mendarat. Tidak demikian halnya dengan Golkar,
sekuasa-kuasa selama masa Orde Baru, maka untuk kembali ke pangkuan Ibu
Pertiwi, mau tak mau akan melakukan pilihan tanpa pilihan yaitu “terjun bebas”.
Adalah kisah terkini, Partai Golkar
(PG) dengan cerdas, ceria, cemerlang, canda akan mengajukan ptresiden ketujuh
RI untuk lanjut ke periode berikutnya. PG memang ahli memanej aneka konflik
internal. Sumbu atau poros utama, kekuasaan PG secara de facto masih ada
di satu tangan. Di tangan yang dominan dalam hal “biaya politik”. Kendati
pesaingnya ada yang bermodal valuta asing, atau sponsor dari investor politik
mancanegara.
Unsur manajemen yang biasa dihafal
dengan 5M+, menjadikan PG tidak solid dan rapuh dari dalam. Rekam jejak PG
menjadikannya bisa bermanuver bebas. Memanfaatkan simpatisan, loyalis atau kader,
anak turun ideologisnya. Peta politik NKRI memang masih terdapat warna kuning.
Jangan lupa, benang merah PG di
jalur dan lajur eksekutif, masih belum tersaingi. Soal yang tampil di
permukaan, bisa sebagai boneka, bisa sebagai dalang tiban. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar