Halaman

Jumat, 14 Juli 2017

Menalar Imajinasi Ibukota Negara Digusur



Menalar Imajinasi Ibukota Negara Digusur

Sikap apatis, sinis, sképtis, séntimén rakyat kebanyakan terhadap rencana super hebat pemerintah mau membuka lahan untuk calon ibukota negara, bukan tanpa sebab.

Akumulasi kinerja relawan Jokowi plus/minus JK, menjadi faktor penentu terbentuknya opini di masyarakat. Fakta lapangan lah yang berbicara, bukan laporan praktik terbaik.

Wajar jika ada peringatan tertulis “Buanglah Sampah Pada Tempatnya”. Dilengkapi dengan tempat pebuangan sampah sesuai bahan. Antara lain sampah organis dan sampah non-organis atau sebutan lainnya.

Masyarakat anak bangsa Indonesia, putera asli daerah, jika diingatkan malah semakin sengaja. Ibarat hukum yang dibuat hanya untuk dilanggar.

Apa kata dunia, jika kemelut rumah tangga keluarga sampai melibatkan kepala negara. Memang, untuk urusan bumbu dapur rumah tangga atau keluarga, semisal harga cabai, ketersediaan garam meja membuat pemerintah kebakaran jenggot. Para pembantu presiden urusan pangan saling lempar tanggung jawab saat sembako menghilang di pasar bebas, pasar tradisional.

Berbagai kebijakan pemerintah digulirkan yang bersifat proaktif katanya, antisipatif, membuka peluang pelaku manipulasi dan terkadang sebagai penyumbang inflasi.

Ironis binti tragis jika seorang presiden langsung ujar niat bahwa ada tiga provinsi yang sedang dikaji sebagai calon ibukota negara pengganti Jakarta. Lucunya lagi, sang presiden malu-malu sebut nama kandidat dimaksud. Katanya untuk mengantisipasi harga tanah yang dapat melonjak tinggi kegirangan akibat aksi para spekulan maupun pelaku ekonomi. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar