Halaman

Rabu, 05 Juli 2017

Nusantara didominasi petualang ideologi “tanpa kenal pamrih”



Nusantara didominasi petualang ideologi “tanpa kenal pamrih”

Tak salah ujar bang Haji, bahwasanya di Nusantara ini, mencari yang haram saja susahnya sampai tujuh keliling, apalagi yang halal.

Mau bayar tol di gerbang tol, sebagai pengguna jalan tol bebas hambatan, pengemudi harus antri.

Kalau mau korupsi, antrinya di mana mbokde/paklik.

Bincang bebas dari ujaran kebencian, di mata dunia Indonesia yang kaya raya, memang benar adanya. Tidak sekedar katanya. Bukti otentik bahwa NKRI adalah negara serba multi, adalah tindak pidana korupsi menjadi bagian sentral dari

Duka jiwa, luka batin anak bangsa semangkin menjelaga, semangkin kelam, dikarenakan ulah anak cucu ideologis – utawa pihak yang merasa sebagai pewaris tunggal takhta dan mahkota kerajaan Nusantara – malah main mata dengan bandar politik, investor politik yang nyata-nyata sebagai sponsor kudeta dua kali PKI di tahun 1948 dan tahun 1965.

Ngorèti sisa periode 2014-2019, kelakuan petualang ideologi anak bangsa semangkin menujukkan keberingasan, kebrutalaan dan serbatéga. Di éra mégatéga, kejadian perkara bak “pagar makan tanaman”, bukan hal tabu. Lalu lintas politik lokal menjadikan pihak berwenang merasa mempunyai wewenang lebih untuk balas jasa dan balas budi kepada pihak yang memberinya kursi kekuasaan. Pihak yang berwajib sebagai pengayom dan pengayem masyarakat, merasa lebih berwajib melindungi penguasa agar berlanjut ke periode berikutnya. Belum terhitung kawalan dari armada dirgantara, angkasa raya. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar