korupsi Nusantara,
semakin diusut semakin kusut, kisut, kalang kabut
Semakin
reformis (kuasa, kaya, kuat) anak bangsa mempraktikkan tindak pidana korupsi –
baik secara individu (tetapi mempunyai jaring pengaman yang susah ditembus
hukum) maupun secara kolektif kolegial, gotong royong – maka hukum semakin ketinggalan zaman, uzur, usang,
aus sebelum waktunya.
Tata niaga korupsi, dari hulu mulai
dengan upaya mengkerdilkan peran KPK oleh pihak tertentu (tak terkeculai
episode Buaya vs Cicak) sampai hilir dengan contoh nyata mégakasus, mégakorupsi,
mégaproyek KTP-elektronik, sebagai bukti bahwa korupsi (komplitnya adalah KKN)
merupakan komponen utama dari negara multipartai.
Proses hukum atas kasus tipikor,
semakin diurut mau melacak siapa dalangnya, malah semakin surut semangat awak
penegak hukum. Karena tuntutan pasar, desakan publik dan atas anjuran, permintaan,
kehendak rakyat maupun sentimem positif maka seolah-olah aparat penegak hukum
sibuk mengolah perkara. Tak kurang dukungan pemberitaan aneka awak media berbayar
yang sangat ahli olah dan aduk emosi.
Kalang kabut yang menerpa poros kekuasaan, ring pertama, lingkaran
setan, garis komando, arah angin, bagi hasil sampai batasan di belakang layar, investor
politik, provokator resmi, mana dalang mana wayang, aktor intelektual,
koordinator lapangan, pembisik, orang dekat, penentu kebijakan, penyandang
dana, pasukan berani mati, ramuannya menjadi suatu predikat, jabatan dan gengsi
nan prestisius. Puncaknya berada di kalangan istana, entah istana kepresidenan,
istana wakil rakyat, istana hamba hukum, istana tanpa takhta. Memasuki musim
pancaroba antar bencana politik, orang menjadi kalang kabut. Urusan menjadi
jelas ketika kita berurusan dengan tanah, berkalang tanah.
Jika kasus tidak bisa dipetieskan, tunggu sampai
ybs berkalang tanah maka kasus gugur demi hukum.
Bangsa ini bukan bangsa pelupa dan pemaaf. Rekonsiliasi
dengan oknum koruptor bisa terjadi dan memang terjadi. Hanya bukan untuk
konsumsi umum, apalagi telinga rakyat permanent underclass, masyarakat uneducated
people maupun stigma atau pencitraan lainnya.
Beraninya hanya dengan rakyat kecil. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar