Halaman

Selasa, 18 Juli 2017

Kita Bangsa Pemaklum



Kita Bangsa Pemaklum

Anak cucu ideologis kawanan Partai Komunis Indonesia (PKI) masih melenggang bebas di bumi Nusantara. Karena ideologi tidak ada matinya, tidak ada kapoknya. Angin segar penyederhanaan jumlah partai politik dan golongan karya, di zaman Orde Baru, menjadikan anak cindil PKI mendapat markas sebagai tempat pelarian, tempat penampungan sementara. Secara konstitusional mendapat tempat transit ke alam bebas, wadah formal sebagai batu loncatan.

Masuk ke era reformasi yang bergulir dari puncaknya, 21 Mei 1998. Kemajemukan menjadikan Nusantara dengan menu kehidupan berbangsa, bernegara serba multi, aneka mega.

Aksi rekonsiliasi nasional dimaksudkan agar NKRI tidak menjadi bulan-bulanan politik oleh negara adipopulasi. Faktor historis, kendati sudah menjadi sponsor kudeta, makar, pemberontakan bersenjata sampai 2x oleh PKI di tahun 1948 dan tahun 1965, NKRI seolah malah mendadak lupa sejarah.

Bangsa Indonesia yang didominasi rumpun Melayu dikenal dengan rasa jiwa ramah, atau dalam 5S (senyum, sapa, salam, sopan, santun). Akibat mengikuti aturan main area perdagagan bebas dunia, Indonesia semakin terbuka.

NKRI masuk kategori dunia, ramah investor. Kendati ratio ULN terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) masih sementara 27,9%, maka tergolong kecil. Sehingga pemerintah masih berhak, layak untuk memperbesar, memperbanyak jumlah ULN.

Jangan sampai lupa kalau efek domino ramah-investor menjadikan investor politik bebas membiayai biaya politik lokal nasional.

Memori anak bangsa, putera asli daerah sampai mereka yang buta politik, hanya bisa diam seribu bahasa. Hanya menjadi penonton atas tindak ulah, tingkah laku para kawanan partai. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar