Kita Bangsa Pemaklum
Anak cucu ideologis kawanan Partai
Komunis Indonesia (PKI) masih melenggang bebas di bumi Nusantara. Karena ideologi
tidak ada matinya, tidak ada kapoknya. Angin segar penyederhanaan jumlah partai
politik dan golongan karya, di zaman Orde Baru, menjadikan anak cindil PKI
mendapat markas sebagai tempat pelarian, tempat penampungan sementara. Secara konstitusional
mendapat tempat transit ke alam bebas, wadah formal sebagai batu loncatan.
Masuk ke era reformasi yang bergulir
dari puncaknya, 21 Mei 1998. Kemajemukan menjadikan Nusantara dengan menu
kehidupan berbangsa, bernegara serba multi, aneka mega.
Aksi rekonsiliasi nasional
dimaksudkan agar NKRI tidak menjadi bulan-bulanan politik oleh negara
adipopulasi. Faktor historis, kendati sudah menjadi sponsor kudeta, makar,
pemberontakan bersenjata sampai 2x oleh PKI di tahun 1948 dan tahun 1965, NKRI
seolah malah mendadak lupa sejarah.
Bangsa Indonesia yang didominasi
rumpun Melayu dikenal dengan rasa jiwa ramah, atau dalam 5S (senyum, sapa,
salam, sopan, santun). Akibat mengikuti aturan main area perdagagan bebas dunia,
Indonesia semakin terbuka.
NKRI masuk kategori dunia, ramah
investor. Kendati ratio ULN terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) masih
sementara 27,9%, maka tergolong kecil. Sehingga pemerintah masih berhak, layak
untuk memperbesar, memperbanyak jumlah ULN.
Jangan sampai lupa kalau efek domino
ramah-investor menjadikan investor politik bebas membiayai biaya politik lokal
nasional.
Memori anak bangsa, putera asli
daerah sampai mereka yang buta politik, hanya bisa diam seribu bahasa. Hanya menjadi
penonton atas tindak ulah, tingkah laku para kawanan partai. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar