Gundah Pemerintah Karena Denging Nyamuk
Kendati
perikehidupan pemerintah didongkrak oleh ramuan ajaib revolusi mental, yang
terbukti ampuh menurunkan tensi korupsi dan nyata manjur menjaga stabilitas
ratio ULN terhadap PDB, nyatanya kekuwatiran pemerintah terbukti.
Pemerintah
merasa tak bisa mulus lelap di sekujur malam hari. Pemerintah terusik oleh
pihak yang tak suka dengan pembangunan jalur mimpi malam hari yang bebas
hambatan.
Alat
pantau suhu tubuh sudah berjajar memagari sosok pemerintah. Barisan pengaman
siaga 24 jam, pasukan pemukul udara ronda nonstop. Tak terhitung relawan yang
berani berebut kursi membuat pagar hidup, dalam kondisi waspada terhadap modus lawan
main.
Rasanya,
tiap menit bak berjalan lambat di tempat. Rasa curiga berlomba dengan detak
jantung dan detik waktu. Rasanya tiap jengkal tanah sudah steril dari niatan
buruk pihak yang masuk daftar menu harian.
Orang
lewat sambil bersin, dicurigai akan bongkar tenda. Suara kentongan petugas
siskamling, diduga sebaga kode waktu. Suara tokek dianggap sebagai sinyal
menyataan hidup.
Ironis
binti miris, mata kanan pemerintah mencurigai manuver tangan kiri. Antara kaki
dan tangan pemerintah sudah tidak dalam satu kendali mutu. Seolah ada pihak
tertentu yang ambil andil dalam kemelut jiwa pemerintah.
Operasi
pasar gencar dilakukan, tanpa konsep yang gamblang. Pokoknya jika aparat
pemerintah sibuk di lapangan, sibuk tayang di media massa, berarti pemerintah
sehat tanpa syarat.
Sejarah
bukan sekedar berulang. Tetapi manusia memang tak sadar dengan sejarahnya. Karena
sejarah dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan, bak pelajaran
menghafal, mengingat ulang dan serba membayangkan. Beda dengan “ilmu politik”
yang lebih banyak praktiknya ketimbang teori atau pendapat para ahli, pakar.
Kembali
ke pokok peristiwa. Mau tak mau juga menyangkut sejarah peradaban manusia. Kekokohan
tokoh seorang raja, yang diakui oleh beberapa agama langit, malah menjadikan pihak
yang tak jelas tongkrongannya didaulat sebagai musuh masuk selimut. Bingung kan.
Hasil
analisa tokoh lintas agama, serta yang malah diperkuat dengan mantan tukang adu
domba, mantan biang memperkeruh suasana yang memberi kesempatan kepada pihak
penjala ikan, sepakat dengan satu simpul duga.
Siapa
atau pihak mana yang potensial layak “ditakuti” pemerintah ternyata hanya
seekor nyamuk betina. Ingat kisah sang raja, yang takluk oleh nyamuk yang
keblusuk, kesasar masuk ke luang telinganya.
Sejarah
memang tak berulang, karena beda waktu dan lain tempat. Cuma sejarah harus
dijadikan pelajaran. Bukan sebagai mata pelajaran yang menentukan kenaikan klas
atau kelulusan ujian akhir. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar