Halaman

Kamis, 27 Juli 2017

Kampus dan Pemajuan Kedaulatan Umat



Kampus dan Pemajuan Kedaulatan Umat

Ir. Soekarno sebagai pendiri dan salah satu proklamator kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1964, telah mengenalkan prinsip “Trisakti” yaitu berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Prinsip “Trisakti” ini digaungkan ulang dan menjadi pedoman pemerintah periode 2014-2019.  Sejarah memang tak berulang, karena beda waktu dan lain tempat. Cuma sejarah harus dijadikan pelajaran. Bukan sebagai mata pelajaran untuk mencari pembenaran, apalagi dengan modus, metode mempolitisir fakta yang terjadi di lapangan.

Mengacu UU no. 12 tahun 2012 tentang PERGURUAN TINGGI, pada Pasal 1 Butir 9 :
“Tridharma Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut Tridharma adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan Pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.”

Jadi, kampus bukan sekedar tempat orang kuliah. Kampus sebagai wadah penggodogan generasi masa depan. Kampus memproses mahasiswa-mahasiswa yang siap menghadapi perubahan dan persaingan global serta menjawab tuntutan dan tantangan zaman.

Jika pemerintah konsisten dengan prinsip “Trisakti” maka akan mengambil langkah antisipatif terhadap dinamika peradaban dunia. Antara lain tentu akan memberi peluang dan bahkan memfasilitasi kebutuhan akan pemajuan kedaulatan umat.

Pemajuan kedaulatan umat bukan sekedar asas mayoritas vs asas minoritas, juga bukan sekedar asas kemajemukan, keberagaman, tetapi kembali ke hakikat, fitrah hak asasi umat.

Pemikiran atau dakwah tentang khilafah (negara Islam) di kampus jangan diartikan sebagai pasal mendirikan negara di dalam negara. Karena berbasis pedoman hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat “Trisakti” maka Pemajuan Kedaulatan Umat adalah upaya meningkatkan ketahanan umat dan kontribusi umat Islam Indonesia di tengah peradaban dunia melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan Kedaulatan Umat.

Pemerintah tidak perlu alergi dan antipati terhadap dinamika pemikiran umat Islam. Karena faktor peubah utama  negara secara konstitusional malah berada di tangan penyelenggara negara atau penguasa yang sedang kontrak politik lima tahunan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar