Tata dan Sendi Partai Politik Minim Ideologi
Efek domino reformasi yang bergulir
dari puncaknya dengan kisah sukses me-lengser keprabon-kan presiden kedua RI, antara
lain pada demokrasi. Kran demokrasi mengucur deras, bak kuda lepas dari pingitan
selama era rezim Orde Baru. Proyek kuningisasi menjadikan Golkar identik dengan
pemerintah dan/atau pemerintah adalah Golkar.
Akhirnya, rakyat gamang membedakan
mana yang dibilang partai politik, mana yang disebut organisasi kemasyarakatan.
Yang terjadi hingar-bingar, riak-riak politik yang mengaduk-aduk emosi, energi rakyat.
Oknum penyelenggara negara, sebagai
manusia politik merangkap manusia ekonomi, terbukti peran ganda dari unsur
mantan anggota maupun anggota aktif sebagai katalisator, akselerator dinamika tragedi,
bencana politik. Kontraproduktifnya dengan ujaran Megawati di Rehat, Republika,
Sabtu, 22 Juli 2017, yaitu “Megawati : Militer dan
polisi tak boleh berpolitik”. Komen Rehat : “Kalau dimanfaatkan, boleh?”.
Rakyat agak lega dengan
ditetapkannya Peraturan Presiden 54/2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan
Ideologi Pancasila.
Unit Kerja Presiden Pembinaan
Ideologi Pancasila yang selanjutnya disingkat UKP-PIP adalah unit kerja yang melakukan
pembinaan ideologi Pancasila.
Secara awam, celaka kawan ternyata
selama ini, kehidupan berbangsa dan bernegara yang dimotori oleh awak
penyelenggara negara belum mempraktikkan nilai-nilai Pancasila.
Kita masih ingat betapa di periode
2014-2019 terjadi pemenang pemilu legislatif 9 April 2014, tidak siap menang.
Akhirnya karena kehabisan stok capres di internal parpol, terpaksa mendaulat
petugas partai menjadi capres. Dan menang.
Kondisi ini, fakta kronis ini yang
menjadikan anak bangsa lupa Pancasila seutuhnya. Klimaks anti-Pancasila dengan
terjadinya kasus penistaan agama lain oleh oknum gubernur DKI Jakarta. Sejarah membuktikan
dengan putaran kedua pilkada DKI Jakarta, rabu 19 April 2017, dengan hasil di
luar akal politik manusia. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar