Halaman

Selasa, 04 Juli 2017

hanya saat bersin bicara santun



hanya saat bersin bicara santun

Pagi itu, tak sengaja kudengar suara orang bersin di depan rumahku. Orang yang lewat. Sekilas sepertinya orang tersebut memang pelintas nyaris rutin. Namanya jalanan untuk umum.

Saya jadi teringat, di zaman sekarang ini, yang namaya orang berteriak jika bicara buka hal tabu. Karena dialeknya atau di habitatnya jarak antar rumah cukup jauh. Alasan klasiknya.

Namun, adat sopan santun bangsa Nusantara terkontaminasi budaya politik penguasa. Betapa omongan penguasa, pejabat publik, penyelenggara negara/daerah begitu mudah buka mulut. Tanpa sensor, kendali hati kecil, koordinasi sanubari yang paling mendasar.

Santunan, apa hubungannya dengan tutur santun, yang dibawakan oleh oknum penguasa mampu menjadi provokasi atau pemacu dan pemicu aneka konflik.

Ujaran kebencian liwat media sosial, media dalam jaringan atau versi lainnya, sangat bermanfaat untuk mengaduk-aduk emosi semua strata masyarakat.

Mendadak banyak yang merasa ahli komen, tanpa diminta. Tetapi kalau diminta pendapatnya, malah pura-pura bungkam.bungkam koq pura-pura celoteh pebanyol.

Memori anak bangsa sejauh ini lebih banyak ditentukan dari asupan media massa dibanding daya baca. Buku bacaannya mudah dibawa kemana saja dalam bentuk buku genggam berlayar kaca. Informasi dunia ada di dalamnya. Bahkan bisa membaca peta situasi dan status kemacetan lalu lintas jalan umum.

Kegiatan menyendiri anak bangsa semakin disibukkan berkomunikasi dengan alat TIK yang dalam genggaman tangannya. Ingin santai, rehat hati, bisa main aneka permainan untuk semua umur. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar