hanya
saat bersin bicara santun
Pagi
itu, tak sengaja kudengar suara orang bersin di depan rumahku. Orang yang
lewat. Sekilas sepertinya orang tersebut memang pelintas nyaris rutin. Namanya jalanan
untuk umum.
Saya
jadi teringat, di zaman sekarang ini, yang namaya orang berteriak jika bicara
buka hal tabu. Karena dialeknya atau di habitatnya jarak antar rumah cukup
jauh. Alasan klasiknya.
Namun,
adat sopan santun bangsa Nusantara terkontaminasi budaya politik penguasa. Betapa
omongan penguasa, pejabat publik, penyelenggara negara/daerah begitu mudah buka
mulut. Tanpa sensor, kendali hati kecil, koordinasi sanubari yang paling
mendasar.
Santunan,
apa hubungannya dengan tutur santun, yang dibawakan oleh oknum penguasa mampu
menjadi provokasi atau pemacu dan pemicu aneka konflik.
Ujaran
kebencian liwat media sosial, media dalam jaringan atau versi lainnya, sangat
bermanfaat untuk mengaduk-aduk emosi semua strata masyarakat.
Mendadak
banyak yang merasa ahli komen, tanpa diminta. Tetapi kalau diminta pendapatnya,
malah pura-pura bungkam.bungkam koq pura-pura celoteh pebanyol.
Memori
anak bangsa sejauh ini lebih banyak ditentukan dari asupan media massa dibanding
daya baca. Buku bacaannya mudah dibawa kemana saja dalam bentuk buku genggam
berlayar kaca. Informasi dunia ada di dalamnya. Bahkan bisa membaca peta
situasi dan status kemacetan lalu lintas jalan umum.
Kegiatan
menyendiri anak bangsa semakin disibukkan berkomunikasi dengan alat TIK yang
dalam genggaman tangannya. Ingin santai, rehat hati, bisa main aneka permainan
untuk semua umur. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar