Halaman

Sabtu, 08 Juli 2017

Indonesia korupsimu abadi



Indonesia korupsimu abadi

Indonesia bermula bukannya tanpa apa-apa, bukan pula tanpa modal dasar, modal awal. Jiwa merdeka sudah terasah ketika merasa duka di bawah kaki bangsa asing di tanah kelahiran sendiri.

Antar generasi selalu ada pihak yang ingin merdeka seutuhnya dan pihak yang merasa nyaman di gerbong duduk bersama bangsa penjajah.

Perlawanan terhadap penjajah yang bangsa eropa, Jepang, sekutu nyaris ada di semua belahan Nusantara.

Semangat Islam menjadi dasar dan modal utama untuk merdeka. Tidak ada manusia menguasai manusia lainnya sebagai salah satu prinsip dan hakikat merdeka.

Kaum darah biru gencar angkat bicara dan angkat senjata. Mengenyahkan bangsa asing yang hanya memproduksi derita rakyat berkepanjangan. Sepanjang musim yang ada.

Penjajah tak pernah kehabisan akal bulus dan minyak bulus. Memanfaatkan karakter anak bangsa Nusantara sebagai ras Melayu yang mudah terbuai bujuk rayu.

Anak bangsa cikal bakal warga negara Indonesia, mudah dininabobokan. Semakin dielus-elus, diberi mainan, dihadiahi kado kursi serta merta akan jadi penurut.

Bangsa inlander yang gampang dibuat keblinger. Inlander yang sudah dikasta-kastakan, dibuat semakin percaya dengan khasiat tuah, ampuh, sakti, digdaya animisme dan dinamisme. Siap menjadi hamba atas bangsa asing atau yang serba asing tapi mujarab untuk menyulap ke-”miskin”-annya

Tak perlu keringat untuk meraup kesuburan ibu Pertiwi. Asal berani malu atau urat malu sudah putus. Jangan sampai kesalip pihak lawan dalam merebut kekayaan alam yang tampak di depan mata.

Inlander yang merasa sebagai bangsa elit keju, melihat rakyat bak tidak bercermin. Merasa diri lebih layak, pantas, patut, cakap, cerdas.

Indonesia memang perlu merdeka berkali-kali. Bebas dari penjajahan oleh bangsa sendiri.

Efek domino pihak yang dibuai penjajah dengan hadiah kado kursi, tetap berlanjut hingga kini. Bangsa asing, khsusnya dari negara paling bersahabat, memanfaatkan semangat “inlander” yang masih merasuk ke jiwa penguasa.

Selama kekayaan alam Nusantara masih melambai-lambai, seolah-olah memanggil putera bangsa terbaik untuk melebihi panggilan tugas dan wewenangnya.

Tak ayal dan tak ada aral melintang dipastikan korupsi masih menjadi komponen utama negara yang serba multi dan méga ini. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar