Halaman

Jumat, 21 Juli 2017

Budaya Jalan Pintas vs Bebas Daya Saing



Budaya Jalan Pintas vs Bebas Daya Saing

Tak terkecuali, justru pola demokrasi Nusantara, kesibukan lalu lintas atau tata niaga ideologi, penuh rambu jebakan atau abal-abal, abu-bau, didominasi pola atau versi jalan pintas. Ironis binti miris jika modus tinggal glanggang colong playu, ini mbahé jalan pintas. Hanya yang mempunyai nyali di atas orang normal yang berani melakukannya. Atau turun jabatan sebelum jatuh tempo karena rumput tetangga lebih ranum, itu namanya budaya jalan pintas.

 Budaya jalan pintas memang tidak melanggar hukum. Diformalkan menjadi lelang jabatan, fit and proper test atau uji kepatuhan, ketaatan dan keloyalan.

Kalau oknum pelaku tindak pidana korupsi, khususnya dari kalangan partai, jalan pintas bagaimana yang dipraktikkannya. Bingung dan membingungkan. Bahkan ybs tidak tahu persis kenapa, mengapa berbuat seperti itu. Bahkan ada yang merasa dizalimi oleh konco dw, bolo dw. Dijadikan korban, kambing hitam. Artinya, bukan pelaku tunggal.

Akhirnya, siapa pun tak perlu merintis, merangkak “dari angka nol ya pak/bu”, start dari papan bawah, untuk memenuhi masa depannya. Memakai batu loncatan. Kalau mau berkeringat, memakai ilmu katak. Injak kanan kiri, sikut kanan kiri, untuk meluncur ke atas, memggapai permukaan.

Mengandalkan sejarah perjuanagn ideologi kakek-nenek moyang, bahasa kunonya adalah dengan cara menang merek atau merek menang. Bentuk lainnya adalah aji mumpung vs mumpung aji. Banyak praktik yang susah dilacak siapa pencetusnya. Tak layak diungkap karena menyangkut martabat, kehormatan, harga diri ybs. Malah bisa dianggap tebar fitnah.

Efek domino Indonesia sebagai negara multipartai adalah sistem karir, perintisan dari bawah, pengkaderan, atau berbagai sistem yang telah berjalan, menjadi tak berarti. Kran demokrasi terbuka deras. Menjadikan Nusantara sebagai ajang persaingan bebas. Pihak mana saja – dengan dalih warga negara Indonesia sejak kelahirannya – bisa ikut bermain.

Ruang gerak di panggung politik menjadi tidak bebas. Semua berjibaku, berani mati, tahan malu, untukberebut lahan dan kursi yang sama. Persaingan penggelontoran politik uang, biaya politik, dana parpol, bantuan pinjaman investor politik luar negeri menjadi katasilastor dan dinamisator dinamika politik. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar