Budaya Jalan Pintas vs Bebas Daya Saing
Tak terkecuali, justru pola
demokrasi Nusantara, kesibukan lalu lintas atau tata niaga ideologi, penuh
rambu jebakan atau abal-abal, abu-bau, didominasi pola atau versi jalan pintas.
Ironis binti miris jika modus tinggal glanggang colong playu, ini mbahé jalan pintas.
Hanya yang mempunyai nyali di atas orang normal yang berani melakukannya. Atau
turun jabatan sebelum jatuh tempo karena rumput tetangga lebih ranum, itu
namanya budaya jalan pintas.
Budaya jalan pintas memang tidak melanggar
hukum. Diformalkan menjadi lelang jabatan, fit and proper test atau uji
kepatuhan, ketaatan dan keloyalan.
Kalau oknum pelaku tindak pidana
korupsi, khususnya dari kalangan partai, jalan pintas bagaimana yang
dipraktikkannya. Bingung dan membingungkan. Bahkan ybs tidak tahu persis
kenapa, mengapa berbuat seperti itu. Bahkan ada yang merasa dizalimi oleh konco
dw, bolo dw. Dijadikan korban, kambing hitam. Artinya, bukan pelaku
tunggal.
Akhirnya, siapa pun tak perlu
merintis, merangkak “dari angka nol ya pak/bu”, start dari papan bawah, untuk
memenuhi masa depannya. Memakai batu loncatan. Kalau mau berkeringat, memakai
ilmu katak. Injak kanan kiri, sikut kanan kiri, untuk meluncur ke atas,
memggapai permukaan.
Mengandalkan sejarah perjuanagn ideologi
kakek-nenek moyang, bahasa kunonya adalah dengan cara menang merek atau merek
menang. Bentuk lainnya adalah aji mumpung vs mumpung aji. Banyak praktik yang
susah dilacak siapa pencetusnya. Tak layak diungkap karena menyangkut martabat,
kehormatan, harga diri ybs. Malah bisa dianggap tebar fitnah.
Efek domino Indonesia sebagai negara
multipartai adalah sistem karir, perintisan dari bawah, pengkaderan, atau
berbagai sistem yang telah berjalan, menjadi tak berarti. Kran demokrasi terbuka
deras. Menjadikan Nusantara sebagai ajang persaingan bebas. Pihak mana saja –
dengan dalih warga negara Indonesia sejak kelahirannya – bisa ikut bermain.
Ruang gerak di panggung politik
menjadi tidak bebas. Semua berjibaku, berani mati, tahan malu, untukberebut
lahan dan kursi yang sama. Persaingan penggelontoran politik uang, biaya
politik, dana parpol, bantuan pinjaman investor politik luar negeri menjadi
katasilastor dan dinamisator dinamika politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar