turun tangan babak
bundas lebih mulia daripada berpangku tangan tertindas
Telinga
terbiasa dengar komen : “Hobi obok-obok got”. Lain waktu, :”Main koq lumpur
got. . . “ Bahkan ada yang beri masukan ringan versi sinis : “Pekerjaan
mubazir, sia-sia. Got yang lain gak dibersihkan”. Sambil tangannya main tunjuk.
Namanya
got depan rumah, walau bukan milik pribadi, harus dirawat bak milik sendiri.
Dijaga kebersihannya.
Sedikit
motivasi pamrih, karena daun yang gugur masuk got, didominasi pohon di rumah
kami. Rontok ke jalan, disapu angin, libasan udara kendaraan yang liwat,
akhirnya lari ke got.
Rekam
jejak, pengalaman nyaris tiap hari bersihkan got. Selalu ada saja manuver alam
yang membuat tangan terpercik lumpur. Ranting diangkat seperti protes,
melenting memercikkan air got. Atau tanpa sengaja buah belimbing sayur memilih
jatuhnya memang di got. Pas di lokasi kejadian permbersihan.
Bikin
geli hati. Usai bersihkan got. Ada anak sekolah liwat, santai buang sampah ke
got. Pikirnya, kalau got bersih, dibuat tempat buang sampah, nanti pasti akan
dibersihkan. Memang kami sejak tinggal di kompleks perumahan kasta KPR-BTN tak
pernah bangun bak sampah.
Sampah
organis dimasukkan ke jogangan, dengan sistem gali lubang tutup lubang.
Hasilnya antara lain, saat musim kemarau, tetangga dan lingkungan pompa air
tidak mampu menyedot air. Jogangan sedalam linggis, tetap keluar airnya. Kupakai
menyirami tanaman di pot. Alam memang tahu berterima kasih.
Soal
masih ada tetangga yang melanjutkan tradisi bakar sampah. Jangan ditegur, walau
hadirkan polusi. Malah bisa titip sampah. Praktis.
Masalahnya,
walau bukan problem. Rumah samping kanan, sebagian got sudah ditutup permanen.
Sebelah kiri rumah, got total tertutup blok beton yang masih bisa diangkat. Got
semakin dibersihkan. Dikeruk dengan skop, malah mengkikis dasar got.
Lama-kelamaan, situasi dan kondisi got depan rumah paling dalam. Menjadi markas
naymuk bertelur. Dilengkapi ikan got. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar