Halaman

Jumat, 13 April 2018

Modus Terstruktur Penistaan Agama


Modus Terstruktur Penistaan Agama

Wajar jika ada pihak maupun oknum di bumi Pancasila ini yang sesuai rumusan, semakin jauh dari rakyat akan berbanding lurus dengan terdegradasinya sila-sila Pancasila. Di sisi lain, marak tumbuh kembangnya partai politik yang asumsinya hanya sekedar merebut kekuasaan secara konstitusional.

Lowongan lapangan kerja semakin bertingkat, berlapis dan penuh persaingan tak kenal kompromi. Bagi penggila nikmat dunia, ibarat nasi di piring belum habis disantap sudah melirik menu lainnya. Semakin berkuasa, seolah apa saja ingin diraihnya.

Masih ingatkah dengan SE Kapolri Nomor : SE/6/X/2015 tanggal 8 Oktober 2015  tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech). SE ini tentu berdasarkan pertimbangan kemungkinan besar yang akan terjadi. Kita tidak tahu apakah yang akan dilakukan Polri bersifat prévéntif atau yang bersifat réprésif.

Sejarah membuktikan ujaran kebencian dalam paket penistaan agama oleh gubernur DKI aktif 2012-2017, memang agaknya sudah disinyalir atau diantisipasi oleh Polri. Bukti sederhana lainnya, akhir sang terdakwa masih aman di Rumah tahanan (rutan) Mako Brimob, (berita lengkap di Republika, Senin, 2 April 2018)

Olahan berbasis ujaran kebencian semakin menjadi-jadi. Antara lain puisi karya Sukmawati. Lanjut oleh ujaran pengamat politik Rocky Gerung yang sebut kitab suci adalah fiksi.

Tindakan dan langkah hukum apa yang akan diambil oleh Polri, masyarakat awam sudah bisa dan dengan mudah menebaknya. Meningkat, apa saja gaya aparat penegak hukum lainnya, dipastikan tak jauh-jauh dari pasal bahwa hukum tergantung kepada siapa yang bermasalah. Bukan pasal apa yang dilanggar. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar