Halaman

Sabtu, 07 April 2018

diminta bagi hasil dosa politiknya, malah minta imbalan dua periode


diminta bagi hasil dosa politiknya, malah minta imbalan dua periode

Indonesia mencatat rekor fantastis, spektakuler, ngédan-ngédani. Betapa sejak reformasi yang bergulir dari puncak suksesnya, 21 Mei 1998, terjadi dagelan politik tingkat tinggi.

Presiden ketiga RI yang secara konstitusi sebagai pelanjut presiden kedua RI sampai akhir periode. Berkat ahli politik, pemilu yang sesuai jadwal tahun 2002 dipercepat menjadi 1999. Hasilnya, presiden keempat RI, diangkat dan sekaligus digusur oleh MPR RI. Wapres kedelapan RI, otomatis menjadi presiden kelima RI di sisa periode 1999-2004.

Dua periode 2004-2009 dan 2009-2914, agaknya politisi sipil sibuk menunggu lengahnya kaki lawan. Siap dijegal, dijagal. Sesama politisi sipil dengan gagah malah saling adu nyali.

Jangan lupa kawan, anak cucu ideologis pencetus ide Nasakom, masih mendapat angin baik dari nama besar BK. Ditambah investor politik dari negara paling bershabat, yang dua kali menjadi sponsor kudeta PKI, 1948 dan 1965.

Soliditas Golkar Orde Baru yang mempunyai jalur ABRI, ternyata lebih siap di setiap terjadi kejadian perkara yang masuk skala bencana politik.

Selama dua periode SBY, regenerasi mampet. Pendidikan politik macet dan nyaris jalan mundur.

Skenario asing mulai terasa cengkeramannya. Diperparah juara umum laga kandang pesta demokrasi 2014, tidak siap memang. Tidak siap dengan stok kader yang siap tanding. Di tingkat provinsi, namun karena sebagai ibukota negara, pilgub serentak 2017, sudah terang benderang mana merah dan mana merah.

Jelang babak akhir periode 2014-2019, petugas partai sudah siap dengan segala modus operandi, rekayasa politik, manipulasi watak, aneka ujaran. Total jenderal obat anti mabuk darat, mual laut, mulas udara dan lingkung polisi sudah dalam genggaman. Semua sudah siap pasang badan. Berani malu. Bela juragan dengan asas loyal,patu, taat tanpa pikir lagi.

Anak bangsa pribumi, putera-puteri asli daerah, kaum bumiputera yang jiwa ideologinya hanya sebatas perut, sudah tinggal serba turut, katut, nunut.

Ada yang bilang jika dosa politik BK lebih besar/banyak ketimbang amalnya. Allahu’alam.

Petugas partai 2014-2019 merasa mendapat dukungan dalam dan luar negeri. Sudah tidak tahu, apa yang dilakukan dan yang tidak dilakukan. Tahunya, asal lihat keluar jendela istana, tidak ada gaduh politik. Tenang hatinya. Banyak pihak yang medorongnya maju lagi di 2019. Soal nanti NKRI mau menjadi negara bagian atau provinsi ke berapa. Semua urusan nanti dan bisa diatur.

Saking pédé-nya sudah tidak mau mengkalkulasi siapa lawan tandingnya. Malah memilah dan memilih siapa yang layak jadi wapres.

Ketika sing mbaurekso Nusantara menanyakan niat dan itikadnya. Disindir dengan berapa saldo dosa politiknya. Jawabannya hanya terkèkèh. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar