Halaman

Rabu, 11 April 2018

jangan bergeser, kesempatan jamaah maju


jangan bergeser, kesempatan jamaah maju

Bukan indikasi, mengapa sepertinya umat Islam malu berada di barisan depan, shaf terdepan. Ilmunya jelas sudah cukup umur untuk tahu makna shaf terdepan. Datang lebih awal. Bukan sekedar pahala.

Masuk masjid, sebagai jamaah jum’at, langsung pilih lokasi yang nyaman, strategis. Cari yang bisa bersandar, maklum faktor “U”. Masih berlaku juga bagi jamaah 5 waktu. Atau jamaah sembarang waktu.

Banyak alasan untuk melazimi pilh shaf tertentu atau berpindah tempat. Lantai masjid sebagai saksi di akhirat.

Bagi yang pilih shaf terdepan, memang bisa dikenal jamaah lainnya. Seolah sudah menjadi kapling tetapnya. Makanya ybs datang jauh sebelum azan dikumandangkan. Soal ybs seolah tidak kenal jamaah di belakangnya, bisa diatasi dengan jabat tangan keliling usai subuh atau isya’.

Ironis binti miris, begitu qomat jelang sholat jum’at, jamaah berdesak masuk masjid dan maju ke depan. Tak terkecuali kalangan anak-anak, remaja.

Apa saja efek positif, dampak nyata bagi jamaah yang merutinkan dan berusaha menjaga diri untuk berada di shaf terdepan, shaf depan.

Ironis binti miris jilid 2, saat soal fardhu waktu orang masih lelap (subuh) dan/atau waktu orang pulang kerja, jam makan malam, siap istirahat malam (isya’). Qomat sudah selesai, masih ada jamaah yang baru berdiri. Faktor”U” juga yang menjadikannya berjuang untuk berdiri. Belum lagi membetulkan posisi sajadah untuk mukanya saja.

Selalu saja ada lowongan di shaf terdepan. Jamaah di belakangnya, pura-pura tak tahu. Sudah diberi isyarat untuk maju, tetap bertahan. Lebih nyaman tetap berdiri di lokasi pilihannya. Akal, logika, nalarnya berbisik, di sini saja kawan.  [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar