jangan bergeser,
kesempatan jamaah maju
Bukan indikasi, mengapa sepertinya
umat Islam malu berada di barisan depan, shaf terdepan. Ilmunya jelas sudah
cukup umur untuk tahu makna shaf terdepan. Datang lebih awal. Bukan sekedar
pahala.
Masuk masjid, sebagai jamaah jum’at,
langsung pilih lokasi yang nyaman, strategis. Cari yang bisa bersandar, maklum
faktor “U”. Masih berlaku juga bagi jamaah 5 waktu. Atau jamaah sembarang
waktu.
Banyak alasan untuk melazimi pilh
shaf tertentu atau berpindah tempat. Lantai masjid sebagai saksi di akhirat.
Bagi yang pilih shaf terdepan,
memang bisa dikenal jamaah lainnya. Seolah sudah menjadi kapling tetapnya. Makanya
ybs datang jauh sebelum azan dikumandangkan. Soal ybs seolah tidak kenal jamaah
di belakangnya, bisa diatasi dengan jabat tangan keliling usai subuh atau isya’.
Ironis binti miris, begitu qomat
jelang sholat jum’at, jamaah berdesak masuk masjid dan maju ke depan. Tak terkecuali
kalangan anak-anak, remaja.
Apa saja efek positif, dampak nyata
bagi jamaah yang merutinkan dan berusaha menjaga diri untuk berada di shaf
terdepan, shaf depan.
Ironis binti miris jilid 2, saat
soal fardhu waktu orang masih lelap (subuh) dan/atau waktu orang pulang kerja,
jam makan malam, siap istirahat malam (isya’). Qomat sudah selesai, masih ada
jamaah yang baru berdiri. Faktor”U” juga yang menjadikannya berjuang untuk
berdiri. Belum lagi membetulkan posisi sajadah untuk mukanya saja.
Selalu saja ada lowongan di shaf
terdepan. Jamaah di belakangnya, pura-pura tak tahu. Sudah diberi isyarat untuk
maju, tetap bertahan. Lebih nyaman tetap berdiri di lokasi pilihannya. Akal,
logika, nalarnya berbisik, di sini saja kawan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar