akan mubazir kalau tol
laut tak sesuai rencana
Hanya di NKRI yang pelautnya dari
kalangan kaum hawa. Sesuai lagu “nenek moyangku orang pelaut . . . “. Diimbangi,
dilengkapi dengan lagu anak-anak “naik kereta api, tut tut . . . “. Semakin membumi,
mendarat dengan “naik delman . . .”, serta “ . . kereta tak berkuda . . “
maupun aneka abang dan atau tukang becak.
Awam heran jika terjadi tabrakan di
laut yang begitu luas. Lupa dengan faktor alam, cuaca dan manusia sebagai
penyebab. Bayangannya, seperti berjalan di gang senggol, itupun aman-aman saja.
Awam juga tidak bisa membayangkan
kalau pelabuhan, dermaga bisa pindah ke tengah laut. Apakah itu kapal induk,
kapal selam atau kapal perang yang butuh kedalaman laut tertentu. Tahunya, ada
pasar terapung di tepi sungai besar.
Kapal ikan asing, pabrik ikan
terapung. Laut bisa jadi transaksi BBM, itu dulu zaman Orde Baru. Penyelundupan
liwat laut bak praktik pemerintah malam hari. Terjadi sepakat untuk sepaham dan
atau sepaham untuk sepakat. Nilai tukar mata uang menjadi daya tarik utama.
Dalam laut bisa diuga, dalam hati siapa
tahu. Tol laut bisa direncanakan, maksud hati menyelam ke dasar laut, apa daya
tak bisa berenang. Apa lacur, laut bebas menjadi pelabuhan bebas. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar