Halaman

Rabu, 25 April 2018

kisah seorang penguasa dengan kawanan loyalis tuna rungu



kisah seorang penguasa dengan kawanan loyalis tuna rungu

Soal kapan dan tempat kejadian perkara, tidak penting amat atau tidak amat penting. Dirakit dari kisah nyata yang pernah terjadi di Nusantara.  Fiksi, fiktif, fenomena atau fantasi, bukan urusan pihak berwajib.

Gaya tepuk dada diimbangi pola tepuk jidat menjadi karakter seorang penguasa pada saat itu. Agar lebih terukur, maka kejadiannya terkait dengan modus blusukan, inspeksi mendadak, turun ke bawah, anjangsana dan anjangsini.

Pembuktian yang akan disajikan oleh seorang penguasa, agar tampak meyakinkan maka disertai rombongan relawan, penggembira, bonek, aneka strata loyalis sampai juru rekam.

Kali ini, yang ikut adalah sesuai judul. Ada adegan blusukan jalan kaki di keramaian masyarakat setempat. Melebihi kampanye politik. Agenda acara dibuat seolah merakyat. Penuh sapa, tawa, tepuk tangan dan sorak sorai. Bahasa tubuh semakin menguatkan penerimaan.

Akhir cerita. Dengan gaya bak pemimpin yang kehadirannya selalu didambakan. Mengajukan pertanyaan sambil terkekeh. Pertanyaannya sama “apa yang sudah kalian dengar?”. Semua penjawab memang mengandalkan pengelihatan.

Penjawab pertama. Tampak nyata, apa saja reaksi masyarakat tergantung isyarat tangan seorang penguasa. Isyarat yang sama menghasilkan reaksi yang tidak sama.

Penjawab kedua. Ekspresi wajah seorang penguasa bisa menghadirkan gelak tawa pengunjung. Tak kurang yang melonjak-lonjak kegirangan. Apalagi jika ada pembagian hadiah sepeda.

Penjawab ketiga. Herannya, orang yang berlagak penting di balik sosok seorang penguasa, tampak adem ayem. Sudah terbiasa dan hafal dengan acara, adegan, atraksi di depan matanya.

Cukup 3 (tiga) penjawab yang ditampilkan dalam laporan asal ini. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar