Halaman

Rabu, 11 April 2018

ilusi tahun politik, dua digit vs dua periode


ilusi tahun politik, dua digit vs dua periode

Ideal atau sebaliknya, memang sedikitnya partai politik (paprol) sesuai karakter negara kepulauan. Anak bangsa pribumi yang tradisional sampai dinamis, sebagai tambang emas saat pesta demokrasi lima tahunan.

Jumlah parpol bisa mempengaruhi lama periode pemerintah. Karena Indonesia belum punya mégaproyek kaderisasi, satu dekade pun dirasa sebentar. Pekerja parpol memang cepat puas. Semakin jadi kader semakin tidak puas. Ini embrio penyakit korupsi.

Pasca reformasi yang bergulir mulai puncaknya, 21 Mei 1998, menghasilkan 3 presiden yang tidak sampai satu periode. Bukan kecelakaan politik, tapi malah sebagai bencana politik. Justru ikhwal ini menjadi modal parpol untuk minat besar menagjukan jagonya ikut pilpres.

Manusia politik secara masif tutup mata dengan fakta mengapa SBY bisa dua periode berturut-turut. Sekaligus seolah tak mau tahu, apa modus JK sehingga bisa dua periode tak berturut-turut. Apa kaitannya semua parpol merasa bisa raih dua digit di pilpres 2019.

Tak kapoknya anak bangsa mendirikan parpol. Sejalan dengan anak cucu ideologis pencetus menu Nasakom, untuk lenggak-lenggok di kancah politik.

Politik-hukum-ekonomi menjadi satu kesatuan dan saling adu kuat. Di negara seperti apapun, yang tetap dominan adalah manusia ekonomi.

Jadi selama masih ada genomena masyarakat kurang beruntung, parpol seolah maju ke depan mengambil keuntungan situasi. Sudah mudah ditebak daya juang wakil rakyat. 

Rakyat tetap optimis. Kita sebagai bangsa pemaklum. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar