Halaman

Rabu, 18 April 2018

tak ada impor, selundupanpun jadi


tak ada impor, selundupanpun jadi

Hanya daya juang di atas rasa parmrih, bebas kalkulasi politis yang menjadikan anak bangsa ini bisa dipenuhi kebutuhan dasarnya dari dalam negeri. Namun karena imbas serba bebas, mau tak mau, Indonesia siap menerima limpahan maupun limbah produk asing.

Di laut pun ada jalur tikus, jalur lelang, jalan pintas atau ada jalur “tahu sama tahu”. Namanya kebutuhan dasar, ingat hukum ekonomi bagi penghasilan, pendapatan. Rumas pas : cukup : kurang.

Modal sempoa, pedagang bisa menghitung keuntungan yang akan diraih atau datang sendiri.

Memakai sejarah terjadinya permainan olahraga catur. Pemerintah atau pihak yang berkepentingan dengan politik beras. Jika ada biaya dengar seratus Rp per kg. ini resmi. Tergantung hasil perkalian.

Jadi, hasilnya nyata di penduduk. Mulai alas kaki sampi tutup kepala, dipakai serasa menjadi orang asing. Merasa naik gengsi. Mendongkrak pamor dan gaya hidup.

Ketika NKRI memasuki ramalan “Londo kèri sejodo” maupun nalika Jawa dikalungi wesi, maka sudah tidak ada batas waktu dan tidak ada jarak tempat.

Gelombang pasang sampai rembesan barang asing – bahkan berkat jasa penguasa 2014-2019 terjadi serbuan TKA – bisa menggusur eksistensi bumbu dapur.

Tak aneh, sepeninggal penjajah bangsa asing, masih terjadi cinta asing. Jangan bilang siapa-siapa, ideologi pun merupakan serapan dari unsur asing. Bukti historis dengan adanya menu politik Nasakom di zaman Orde Lama. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar