menakar ratio wakil rakyat, banyak rakyat banyak kursi
Jujur
saja kawan. Khususnya kawanan loyalis penguasa. Wajib syukur. Masih ada anak
bangsa yang menyiapkan diriya, mengabdikan dirinya untuk menjadi wakil rakyat. Tingkat
kabupaten / kota, tingkat provinsi maupun tingkat pusat.
Yang
mana kaki kanan – dengan imbangan tangan kiri - seolah sebagai atau mewakili
rakyat. Total kopral, kaki kanan dan kaki kiri, maupun tangan kanan dan tangan
kiri menjadi hak milik partai politik.
Apa
beda esensial antara wakil rakyat dengan wakil daerah. Apa sebagai simbol demokrasi
perwakilan.
Apakah
semakin kurang beruntung suatu daerah berbanding lurus dengan kebutuhan wakil
rakyat.
Atau
pukul rata, setiap kecamatan atau sebutan lainnya, memiliki satu wakil rakyat
di tingkat pusat.
Rasanya,
awal penetapan ratio wakil rakyat, seingat-ingatnya bahwasanya 400.000 suara
memiliki satu wakil rakyat di tingkat pusat. Namanya peribahasa “rambut sama
hitam, perut belum tentu sama kapasitas”.
Apalagi
omong kosong tentang dapil (daerah pemilihan). Orangnya di mana, yang diwakili
di mana. Kalau wakil rakyat kabupaten/kota, masih ada korelasi dengan domisili
sesuai KTP-e.
Berapa
jumlah layak parpol peserta pemilu. Apakah semakin banyak provinsi berbanding
lurus dengan kebutuhan partai politik.
NKRI
pernah mengalami menu politik Nasakom, penyederhanaan jumlah partai. Belum ada
kesimpulan, apakah karena NKRI sebagai negara maju maka selalu dibutuhkan
banyak partai.
Menilik
peta politik Nusantara – yang berkorelasi dengan politik keluarga – wajar kalau
ambil asal simpul. Partai politik daerah. Semacam yang ada di provinsi Aceh. Soal
putera-puteri asli daerah. Bukan masalah kesukuan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar