menakar derita rakyat
dari meja istana presiden
Berkat kemajuan TIK, maka dengan
bantuan CCTV atau alat intai lainnya, presiden tak perlu lakukan modus
blusukan. Dengan terkekeh presiden bisa tele-telean dengan penguasa lokal. Bukan
laporan ABS. Pokoknya jauh lebih cepat, lebih tepat, lebih nekat dibanding pendahulunya.
Soal harga sembako di pasar
tradisional, cukup ambil sampel penjual dadakan. Acara setingan dianggap wajar.
Tidak ada unsur criminal di dalamnya. Hanya manipulasi fakta secara
konstitusional. Presiden banyak urusan.
Mosok urusan bumbu dapur keluarga,
rumah tangga rakyat masuk agenda rapat istana. Jangan sampai kebutuhan garam
dapur, menjadi prioritas negara untuk impor. Kalau beras, lain pasal. Nasi menjadi
makanan pokok bangsa.
Urusan rakyat, menjadi tanggung
jawab wakil rakyat kabupaten/kota. Soal daya jangkau tidak bisa sampai pojok,
pelosok Nusantara. Pokoknya rakyat atau konstituennya di dapilnya, seolah sudah
terlacak, terwakili dengan nyata.
Laporan dari menteri yang membidangi
derita rakyat, dengan bahasa politis. Mengalami proses pemolesan agar tampak
cemerlang, gilap berkilau. Bahasa akuntabel mengalami atau harus disesuaikan
dengan selera politik.
Menu politik Nusantara maunya menyajikan
sajian istimewa, favorit, berklas. Menu rakyat dan bahasa rakyat, cukup dipakai
di tempat kejadian perkara. Skala lokal, jangan diboyong ke istana presiden. Ngrusak acara. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar