panguwasa menang polahé marakaké
pranatan bubrah
Ciri bahwasanya negara Indonesia
adalah negara hukum, yaitu hukum dibuat demi kepentingan pihak yang paling berpentingan.
Semakin banyak UU dan produk hukum turunannya sebagai bukti masyarakat sudah
melek hukum.
Artinya, dalam pelaksanaan hidup
bermasyarakat, per;lu banyak rambu-rambu dan aturan main tertulis maupun tak
tertulis. Rakyat diberi tahu tata cara sejak keluar rumah sampai masuk rumah
lagi. Artinya, ketika berinteraksi atau berada di wilayah umum, ikut adat yang
berlaku.
Manusia sebagai makhluk bebas, tidak
bisa bertindak bebas sebebas-bebasnya walau demi kebebasan maupun HAM.
Di lingkungan tempat tinggal,
dibentuk Rukun Tetangga. Beberapa RT membentuk RW atau sebutan lainnya. Kehidupan
bermasyarakat dalam skala RW, masih terjadi keharmonisan, tenggang rasa, gotong
royong.
Meningkat masuk skala kelurahan/desa.
Desa mawa cara, negara
mawa tata. Peribahasa Melayu : di mana bumi dipijak di
situ langit dijunjung.
Mulailah bahwasanya kelurahan adalah
pemerintahan paling bawah. Dalam arti, jabatan lurah adalah jabatan penyelenggara
negara. Beda dengan kepala desa yang dipilih langsung oleh rakyatnya. Aspek tata
pemerintahannya tidak jauh beda.
Semakin meningkat, hirarkis, maka
jabatan ketua, kepala bisa bersifat komersial dalam bingkai politik. Jabatan yang
diperoleh dengan sistem pemilhan, jelas ada aturan main yang tidak main-main. Dalam
arti, semakin jauh dari rakyat karena disibukkan dengan status sebagai hamba,
abdi, jongos partai politik.
Di jabatan bupati dan/atau walikota,
sudah terasa kasta, strata, klas sosial. Belum lagi soal modus wakil rakyat. Populer
di lingkungan tempat tinggal maupun dapilnya.
Tak salah jika gubernur dan wakil
rakyat provinsi, bersifat mengambang. Karena rakyat sudah diwakili oleh wakil
rakyat kabupaten/kota. Untuk semua urusan. Gubernur sebagai perpanjangan tangan
pemerintah. Sebagai jubir atau tukang halo-halo atau sebagai perantara utama
usulan, aspirasi daerah.
Ironis binti miris, kepala daerah
lebih patuh, taat, loyal tanpa reserve, tanpa pikir panjang kepada kebijakan
partai. Semakion banyak parpol yang punya kursi di Senayan, maka dipastikan
atau layak dipastikan akan ada adu kuat. Ujung-ujungnya, rakyat yang jadi
korban. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar