Puisi Karya ODMK, ODGJ
dan Tuna Laras, Bebas Sanksi
Sebagaimana sabda Rasulullah yang
artinya “Ada tiga golongan manusia yang telah diangkat pena
darinya (tidak diberi beban syari’at) yaitu: orang yang tidur sampai dia
terjaga, anak kecil sampai dia baligh dan orang yang gila sampai dia sembuh.” (HR.Abu Daud dan lainnya, hadits shahih).
Wajar jika tidak hanya di tahun
politik, ada oknum orang gila yang bisa diamnafaatkan secara politis. Kasus
orang gila mencari ulama, masuk pesantren, masuk masjid. Atau terdakwa kasus
pejabat yaitu koruptor, bisa mendadak lupa di siding pengadilan manusia.
Pengertian “orang gila” menurut
hukum di NKRI diperhalus menjadi hal keterkaitannya dengan kesehatan jiwa.
Kita simak UU 18/2014 tentang
Kesehatan Jiwa. Khususnya pasal 1 ayat 1 s.d ayat 3 :
1. Kesehatan Jiwa adalah kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan
sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya.
2. Orang Dengan Masalah Kejiwaan
yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik,
mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki
risiko mengalami gangguan jiwa.
3. Orang Dengan Gangguan Jiwa yang
selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran,
perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau
perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan
hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.
Jauh tahun dari 2014, melalui
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan
Luar Biasa, sudah menayangkan atau menyuratkan adanya manusia tuna. Simak pada
penjelsan pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) :
(1). Dalam
pengertian kelainan mental termasuk kelainan/gangguan sosial atau tuna laras.
(4). Tuna laras
adalah gangguan atau hambatan atau kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
Jadi, jika ada anak bangsa
pribumi, putera-puteri asli daerah, kalangan bumiputera yang masih berjiwa
Pancasila, merasa resah dengan sebuah puisi yang menistakan agama. Namun
melihat pelaku sekaligus penulisnya adalah anak presiden pertama RI dan juga
adik presiden kelima RI, dalam suasana kebatinan politik sekarang ini. Tidak
bisa diperkarakan apalagi dipidanakan. Karena ybs masih belum sembuh. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar