mengolahragakan
politik vs mempolitikkan olahraga
Secara awam, apa mungkin raksasa
olahraga mengalah dengan “keperkasaan” tuan rumah. Modus politik sebagai alasan
mendasar. Dalih demi kepentingan, kebutuhan negara maka atlit sepertinya agak
mengalah jika berjumpa dengan tuan rumah. Terlebih di babak final.
Tuan rumah butuh medali. Itu saja.
Transaksi sudah, sedang dan akan
bergulir. Masuknya TKA dari negara berpopulasi terbanyak di dunia, berkat
dukungan pemerintah ‘tuan rumah’. Belum terbilang mereka yang sudah bercokol
sejak zaman Kompeni. Sama-sama menjalankan politik dagang vs dagang politik.
Demi wibawa negara, sebagai umpan
atau kesempatan pihak asing untuk meng-“goreng”-nya. Tak heran, penyelenggara
negara yang tampil dengan pola garang-garing. Menghadapi bangsa dhèwèk yang berseberangan, tampak gagah perkasa.
Namun saat menghadapi senyum naga,
mendadak menjadi anak manis. Penurut. Siap menerima asupan dan suapan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar