Halaman

Sabtu, 07 Juli 2018

Ya Allah, Semoga Indonesia Mengenal Rakyatnya


Ya Allah, Semoga Indonesia Mengenal Rakyatnya

Namanya ‘rakyat’, seolah menjadi beban setiap pemerintahan yang pernah ada di NKRI. Masih hangat di media massa pasca Ramadhan 1439H, pelayaran rakyat menjadi sumber berita dan derita. Tanggung rèntèng bergulir.

Semboyan pro-rakyat semakin membuktikan fakta sebaliknya. Rakyat bisa dimarginalkan demi kepentingan penguasa. Di lokasi yang seolah tak bertuan atau yang mana dimana pengusaha menjadi penguasa setempat. Hukum rimba berlaku total.

Pembangunan nasional seolah memposisikan rakyat sebagai permanent underclass. Tak ada kaitannya sebagai dasar rancangan untuk menarik utang luar negeri.

Pasal demografi menetapkan rakyat miskin sebagai kelompok masyarakat kurang beruntung. Secara politik, rakyat yang tak bisa dididik untuk menggunakan hak pilihnya secara baik dan benar (sesuai skenario pihak tertentu), mendapat stigma sebagai uneducated people.

Eksistensi, keberadaan pasar tradisional secara ekonomi, untuk membuktikan telah merebaknya golongan masyarakat menegah-ke atas. Daya beli dan daya belanja serta gaya hidup, jauh di atas rata-rata nasional.

Partai politik yang merasa merakyat, hanya mengundang tawa hambar rakyat. Ingat modus politik penjajah asing, khususnya Belanda, dengan meninabobokan rakyat. Pejabat dielus-elus agar manut miturut. Loyal total kopral kepada majikan, juragan, bandar, investor politik. Itu doeloe. Sekarang . . . [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar