INDONESIA–ku, belum
meminang sudah menimang
Namanya saja spekulasi
politik. Tidak mau kalah sinergitas dengan spekulan pasar modern. Soal sudah
ada berapa pasar tradisional – tepatnya pasar rakyat yang minggir dengan
sendirinya – bukan masalah. Pasar akan mendekati pembeli dan semakin jauh dari
prodosen. Inilah yang dimaksud humor politik.
Spekulan politik memang
wajib bernyali jauh di atas rata-rata kriminal jalanan. Mengandalkan pakta
integritas versi modus mégatéga, belum menggigit. Malah jadi slilit. Kursi yang
sama, diincar semua pihak yang merasa paling berhak.
Koalisi tergantung dari
arah atau sisi mana sisi lemah kursi. Koalisi semu, abal-abal, bongkar pasang,
sampai yang belum ada di kamus politik. Rahasia umum, dalam tubuh sebuah
partai, demi kepentingan untuk mencapai tujuan bersama, terjadi dan bebas adu
silang.
Degradasi terjadi pada
nilai jual jabatan ketua umum. Sebagai tiket terusan untuk nyapres atau
berurusan dengan KPK. Parpol kawakan yang ternyata oknum ketua umum yang hanya
modal warisan. Menjadi asal muasal, titik retak persatuan dan kesatuan bangsa.
Episode demi episode
belum ada gejala kemajuan peradaban. Hanya mendaur ulang hikayat lama dengan
pemain baru. Utamakan garis keturunan pemeran utama. Berjalan mundur, jangan bilang-bilang. Minimal
sibuk di tempat.
Musim panen lima tahunan
sudah memanggil. Berbegas mengatur barisan. Jangan sampai kedahuluan kawan. Jangan
sampai kesempatan lawan disamber sekutu. jangan sampai teman menyalip langkah
kita yang sok-sokan.
Kapan lagi kalau tidak
sekarang. Selagi rakyat disibukkan dengan urusan perut. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar