Halaman

Minggu, 15 Juli 2018

INDONESIA–ku, belum meminang sudah menimang


INDONESIA–ku, belum meminang sudah menimang

Namanya saja spekulasi politik. Tidak mau kalah sinergitas dengan spekulan pasar modern. Soal sudah ada berapa pasar tradisional – tepatnya pasar rakyat yang minggir dengan sendirinya – bukan masalah. Pasar akan mendekati pembeli dan semakin jauh dari prodosen. Inilah yang dimaksud humor politik.

Spekulan politik memang wajib bernyali jauh di atas rata-rata kriminal jalanan. Mengandalkan pakta integritas versi modus mégatéga, belum menggigit. Malah jadi slilit. Kursi yang sama, diincar semua pihak yang merasa paling berhak.

Koalisi tergantung dari arah atau sisi mana sisi lemah kursi. Koalisi semu, abal-abal, bongkar pasang, sampai yang belum ada di kamus politik. Rahasia umum, dalam tubuh sebuah partai, demi kepentingan untuk mencapai tujuan bersama, terjadi dan bebas adu silang.

Degradasi terjadi pada nilai jual jabatan ketua umum. Sebagai tiket terusan untuk nyapres atau berurusan dengan KPK. Parpol kawakan yang ternyata oknum ketua umum yang hanya modal warisan. Menjadi asal muasal, titik retak persatuan dan kesatuan bangsa.

Episode demi episode belum ada gejala kemajuan peradaban. Hanya mendaur ulang hikayat lama dengan pemain baru. Utamakan garis keturunan pemeran utama.  Berjalan mundur, jangan bilang-bilang. Minimal sibuk di tempat.

Musim panen lima tahunan sudah memanggil. Berbegas mengatur barisan. Jangan sampai kedahuluan kawan. Jangan sampai kesempatan lawan disamber sekutu. jangan sampai teman menyalip langkah kita yang sok-sokan.  

Kapan lagi kalau tidak sekarang. Selagi rakyat disibukkan dengan urusan perut.  [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar