Halaman

Rabu, 04 Juli 2018

Tanak Nasi Selagi Isteri di Rumah


Tanak Nasi Selagi Isteri di Rumah

Bukan mitos, bukan sulap. Bukan rekayasa sosial, bukan adegan ulang. Menjadi kejadian perkara sehar-hari atau harian. Waktu kejadian sesuai kebutuhan. Tidak ada jadwal resemi. Murni kehidupan dalam rumah tangga. Tanpa campur tangan atau bumbu penyedap, hanya bahan pelengkap pendongkrak energi dan stamina.

Tarik ulur kepentingan atau demi kepentingan pihak terlibat yang layak dianggap lebih penting. Bukan adu kepentingan. Kejadian perkara bukan sengaja dilakukan dan diulang setiap kondisi tertentu.

Sebagai modul dasar. Bersifat dinamis sesuai perjalanan waktu. Bisa kembali ke nilai tawar dasar.

Nyaris lupa. Setiap rumah tangga, keluarga, akan melakukan hal ini. Beda dapur, beda gocèkan bola. Beda resep, beda menu, sama-sama masuk perut. Ganjal atau pengisi perut. Diburu saat keroncongan mengusik hati nurani. Mau jajan, kata bapak-bapak, takut razia Satpol PP.

Hak asasi manusia, menjadikan urusan keluarga, urusan rumah tangga tak tergantung gender, tugas dan fungsi anggota keluarga. Menyangkut kepentingan perut semua umat penghuni rumah tinggal, taka da siap berbuat apa. Siapa saja wajib tindak turun tangan. Tidak perlu saling menyalahkan.

Asas agar kendil tak ngguling, menjadi acuan utama. Siapa yang paling giat sebagai pemakan, otomatis harus menyediakan santapan porsi keluarga.

Utamakan sarapan, agar kerja tak loyo dan tahan sampai siang. Mana sempat sarapan, bawa sebagai bekal. Tak perlu pakai gengsi.

Awal kehidupan pagi, ditandai tanak nasi untuk sarapan. Siapa yang berbuat, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Jangan sampai nasi mletis, kurang air. Kelamaan nangkring di kompor gas, beraroma sangit dan memang gosong.

Penyuka intip atau kerak nasi, lain pasal. Penggemar tajin untuk adonan susu manis. Siapa pelakunya. Kalau bukan siapa-siapa. Saksikan langsung di tempat kejadian perkara dan urusan rumah tangga, keluarga.[HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar