keluhan dan kesimpulan,
bukan harga mati
Beda peran jelas beda karakter. Bisa
tahu sama tahu atau saling menjagal dan menjegal. Dalam kesepaktan tertentu,
seolah antara manusia ekonomi vs manusia politik tampak akrab. Saling balas
pantu puja-puji.
Di internal kawanan manusia politik,
diwarnai adu gèsèk. Kepentingan menjadi tujuan bersama. Hukum rimba berlaku
tanpa kode etik, bebas aturan main. Tidak ada istilah politik bagi hasil. Tergantung
pemilik saham mayoritas.
Nilai tukar Rp, tergantung adu
untung tangan dingin manusia ekonomi atau pebisnis, pengusaha, investor. Biaya poltik,
sogok politik bahkan todong politik tak mempan mempengaruhi mekanisme pasar
dunia.
Kebijakan politik pemerintah, hanya
sebagai langkah proaktif, preventif dan antisipatif. Terkesan menunggu atau
setelah jenggot habis terbakar. Usaha akhir menyelamatakan harga diri yang
tersisa.
Faktor keberuntungan atau berharap
adanya fenomena invisible hand. Pemerintah tak mau kalah dengan siap senjata pamungkas. Kondisi
nasional gawat darurat, pemerintah diuntungkan bisa bebas bermain di semua
lini.
Maraknya bawang bombai mini selundupan
di pasar tradisional, sebagai pengganti bawang merah. Siapa yang menjadi
pemain. Pihak asingkah atau hasil koalisi, kolaborasi antara multinasional
dengan multi asing.
Di Nusantara ini, dengan asas ‘kasih
uang habis perkara’ sudah usang. Ada yang lebih manjur, mujarab, cespleng. Tidak
perlu keluar uang rokok, uang bensin, uang lelah, uang duduk, uang dengar. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar