jaga stabilitas jiwa
diri dan keluarga
Peran suami, ayah maupun sebagai
kepala keluarga, banyak acuan. Diperkaya dengan pengalaman orang lain. Masalah keluarga,
masalah pribadi, masalah individu menyebabkan kisah sukses orang tua, seolah
mustahil dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Bisa sebagai modal awal.
Jangan kuatir, roh yang akan
dituiupkan ke jabang bayi, sudah dibekali fitrah iman dan tindak amal. Bagaimana
sang orangtua untuk menindaklanjutinya.
Peribahasa ‘buah jatuh tak jauh dari
pohonnya’ sebagai salah satu acuan.
Arus kehidupan menentukan pilihan
jalur. Soal tujuan hidup serahkan kepada permintaan dan mekanisme pasar
kehidupan. Bukan survei yang menggunakan model hitung mundur. Tetapkan target,
baru dicarikan fakta yang mendukung. Hidup adalah hitung cepat dalam satuan
waktu.
Semakin langkah kita menggebu, yang
diburu semakin kabur. Kehidupan menjadi samar-samar. Mana realitas mana
fatamorgana. Mana rekayasa mana rekadaya.
Kemasan, paket jiwa-raga islami. Allah
swt menyukai hamba-Nya yang kuat. Jangan tinggalkan generasi yang lemah. Tak ada
hubungan pria lemah gemulai. Tepatnya pria tulang lunak, tapi eksis di layar
kaca. Sebagai idola generasi yang melek teknologi.
Di rumah pun, kesalahan dan dosa
bisa diproduk tanpa sengaja. Beiringan dengan peras keringat. Kaki dijadikan kepala.
Kepala dijadikan kaki. Akrobat kehidupan. Memang hidup adalah acting, setting-an. Skenario Allah swt.
[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar