Halaman

Selasa, 10 Juli 2018

jaga stabilitas jiwa diri dan keluarga


jaga stabilitas jiwa diri dan keluarga

Peran suami, ayah maupun sebagai kepala keluarga, banyak acuan. Diperkaya dengan pengalaman orang lain. Masalah keluarga, masalah pribadi, masalah individu menyebabkan kisah sukses orang tua, seolah mustahil dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Bisa sebagai modal awal.

Jangan kuatir, roh yang akan dituiupkan ke jabang bayi, sudah dibekali fitrah iman dan tindak amal. Bagaimana sang orangtua untuk menindaklanjutinya.

Peribahasa ‘buah jatuh tak jauh dari pohonnya’ sebagai salah satu acuan.

Arus kehidupan menentukan pilihan jalur. Soal tujuan hidup serahkan kepada permintaan dan mekanisme pasar kehidupan. Bukan survei yang menggunakan model hitung mundur. Tetapkan target, baru dicarikan fakta yang mendukung. Hidup adalah hitung cepat dalam satuan waktu.

Semakin langkah kita menggebu, yang diburu semakin kabur. Kehidupan menjadi samar-samar. Mana realitas mana fatamorgana. Mana rekayasa mana rekadaya.

Kemasan, paket jiwa-raga islami. Allah swt menyukai hamba-Nya yang kuat. Jangan tinggalkan generasi yang lemah. Tak ada hubungan pria lemah gemulai. Tepatnya pria tulang lunak, tapi eksis di layar kaca. Sebagai idola generasi yang melek teknologi.

Di rumah pun, kesalahan dan dosa bisa diproduk tanpa sengaja. Beiringan dengan peras keringat. Kaki dijadikan kepala. Kepala dijadikan kaki. Akrobat kehidupan. Memang hidup adalah acting, setting-an. Skenario Allah swt. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar