Halaman

Selasa, 24 Juli 2018

adonan menu politik Nusantara, bantat vs lembék


adonan menu politik Nusantara, bantat vs lembék

Niat dan minat mengapa anak bangsa pribumi berpolitik, masuk dunia politik. Sederhana dan terukur. Mewujudkan angan-angan, fantasi politik yang bersifat individual, pribadi.

Cita-cita mulianya, dengan asumsi jika menyandang berhala reformasi 3K (kuasa, kaya, kuat) serta merta anak menjadi manusia bermanfaat bagi semua umat. Jabatan politik menjadi raihan utama.

Manusia politik model ini, kebanyakan sebagai pewaris, penindak lanjut usaha keluarga. Asas family system, dinasti politik, trah darah ideologi. Tidak mulai dari nol. Tidak model merintis dari bawah, merangkak. Tidak pakai istilah pemula. Nepotisme dalam syahwat politik, bukan hal yang tabu.

Tidak perlu modal keringat sendiri, apalagi prihatin, tirakat sejak dini. Biaya politik, mahar politik, politik bagi hasil, dinasti politik, bukti ringan kalau jabatan bisa dibeli. Jabatan politik, sampai kepala begara ada tarif dasarnya. Tarif jadi tidak bisa sekedar mengandalkan modal berdiri di atas kaki sendiri.

Menu polilik ‘Nasakom’ olahan presiden pertama RI yang disederhanakan oleh penguasa tunggal Orde Baru menjadi 2 parpol dan 1 Golkar. Membuktikan bahwa anak cucu ideologis tak akan mati. Tak ada kapoknya. Muncul di tubuh manapun, siapapun. Tinggal menunggu cuaca dan suhu politik yang menguntungkan.

Pasca pendaftaran paslon capres+cawapres awal agustus 2018, NKRI bak ada perang dingin. Menjurus ke Bharatayudha ringan. Suhu politik yang tidak sejuk sudah mulai terasa di tahun politik 2018. Hanya kalah pamor dengan pilkada serentak rabu 27 Juni 2018, piala dunia bal-balan 2018, Asian Games XVIII 2018. Bahkan sejak pilkada DKI Jakarta 2017, sjahwat politik menjadi lepas, bebas tergantung kekuatan pasar.

Bersyukur. Rakyat, khususnya yang akan menggunakan hak politiknya, sudah mantap dengan pilihan. Termasuk untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Daripada mengkhianati hati nuraninya. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar